Iklan

Iklan

,

Iklan

Kisah Pengrajin Kerangka dan Gagang Golok Yang Lumpuh

Rabu, 19 Desember 2018, 20:31 WIB Last Updated 2018-12-19T16:06:49Z
Cilacap, Harian7.com - Sanmiarto (60) warga dusun Kalenlingga RT 02 RW 05 Desa Cinyawang Kecamatan Patimuan, Cilacap, sejak 30 tahun lalu tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya lantaran mengalami lumpuh akibat jatuh dari pohon kelapa saat menyadap nira.

Meski tidak dapat berjalan, pria kelahiran 1958 yang hidup sendiri dalam rumah ukuran 3 X 4 meter ini, tidak mau merepotkan orang lain. Untuk kelangsungan hidupnya, dia berdikari dan berjuang dengan membuat kerangka dan gagang golok untuk dijual ke pande besi.

Ditemui di kediamannya, Sanmiarto menuturkan, tahun 1988 jatuh dari pohon kelapa yang keempat kalinya. Sebelumnya pernah jatuh 3 kali, tapi masih bisa bekerja lagi sebagai tukang deres, dan yang ke 4 kali sudah tidak bisa berjalan.

“Saya dulu pernah menikah dan mempunyai dua putri serta empat orang cucu. Mereka sudah menikah semua. Namun saya tidak mau merepotkan kedua putrinya,” katanya.

Dia menambahkan, pasca kecelakaan tersebut, saya usaha sol sepatu dan bikin patung dengan tanah liat. Namun karena bahannya dari tanah, ia memutuskan hanya menerima sol sepatu saja.

“Kemudian tahun 2002, Sardiman yang berprofesi sebagai pandai besi menawarkan untuk membuat kerangka dan gagang golok. Sehari saya mampu membuat kerangka dan gagang golok sebanyak 2 pasang dengan harga sepasang Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu,” jelasnya.

Setiap hari, meski dengan tiduran Sanmiarto mengerjakan kerangka dan gagang golok, namun hasil yang diperoleh sangat bagus, sehingga pande besi langganannya cukup puas dengan hasil kerajinannya.

Dia mendapat bahan untuk membuat kerangka dan gagang dari tukang potong kayu atau tukang rajang kayu (somel) dan biasanya dia pesan dengan ukuran panjang 80 cm dan tebalnya 0,5 cm serta lebar sekitar 10 cm hingga 15 cm.

“Untuk mengurusi segala kebutuhan saya seperti membeli obat dan lain-lain, saudara saya Kasinah dan Sugiarti yang membantu,” ungkap Sanmiarto.

Dia mengisahkan, sebelum peristiwa naas yang menimpa, saya hidup rukun bersama istri dan dua putrinya. Sekitar tahun 1988, saya mengalami kecelakaan jatuh dari pohon kelapa. Akibat kejadian tersebut, kedua kaki saya mengalami patah tulang, dan mengalami kelumpuhan.

“Karena lumpuh, dan tidak bisa memberi nafkah kepada istri, akhirnya mengikhlaskan istri saya untuk menikah lagi dengan pria lain, namun dia berpesan agar tali silaturahmi tetap dijaga,” ucapnya.

Selain sebagai pengrajin kerangka dan gagang golok, Sanmiarto juga menerima pekerjaan perbaikan sepatu atau sol sepatu dengan imbalan seikhlasnya. (Rusmono)

Iklan