Iklan

Iklan

,

Iklan

Bekerja Sama Dengan Puspolkam Indonesia, PSHTK UKSW Gelar Diskusi “Implikasi UU Cipta Kerja bagi Daerah”

Redaksi
Minggu, 22 November 2020, 10:59 WIB Last Updated 2020-12-08T04:00:52Z


Laporan: Bang Nur


SALATIGA,harian7.com - Merespon UU Cipta Kerja, Pusat Studi Hukum dan Teori Konstitusi (PSHTK) Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) bekerja sama dengan Pusat Studi Politik dan Keamanan (Puspolkam Indonesia) menggelar Webinar Nasional pada tanggal 21 November 2020 dengan tema “Implikasi UU CIpta Kerja Bagi Daerah”. 



Narasumber yang hadir sebagai pembicara yakni Dr Abdul Kholik, S.H., M.Si (Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah RI), Prof. Dr. I. Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., MM. (Guru Besar dan Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret), Firman Jaya Daeli (Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia) dan Dr. Umbu Rauta, S.H., M.Hum (Direktur Pusat Studi Hukum & Teori Konstitusi UKSW). Webinar ini dipandu oleh Ninon Malatynugra., S.H., M.H (Peneliti PSHTK.



Dr. Abdul Kholik dalam pemaparannya menjelaskan bahwa latar belakang pembentukan UU Cipta Kerja adalah hyper regulations, ego sektoral yang menghambat kinerja pemerintahan, kinerja pelayanan public yang buruk, perijinan yang rumit dan berbelit dan kebutuhan investasi. 



"Konsep utama Omnibus Law adalah reformasi regulasi. Adapun manfaat utamanya adalah menghilangkan tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan, efisiensi proses (perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan), dan menghilangkan ego sectoral,"ungkapnya.



Ditambahkanya, "Akan tetapi masih ada hal yang perlu diselesaikan oleh pemerintah yaitu pembentukan Peraturan Pemerintah. Untuk Daerah, pemerintah akan melakukan asistensi. DPD akan mengawal agar kewenangan daerah bisa sejalan dengan Pasal 18 UUD,” terang Abdhul Kholik  mengakhiri pemaparannya.  



Narasumber ke-2 yaitu Prof. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dalam memaparkan materi implikasi UU Cipta Kerja dari Perspektif Hukum Lingkungan. Niat baik Pemerintah yang melatar belakangi pembentukan UU ini adalah Pemangkasan birokrasi, UU Cipta Kerja mampu menyingkronkan regulasi-regulasi yang selama ini tumpang tindih. 



“Sektor UMKM banyak diuntungkan dengan tidak perlu lagi izin tetapi cukup mendaftarkan diri. Hal tersebut harus perlu segera ditangkap oleh Pemerintah Daerah untuk mendukung tumbuhnya UMKM. Niat baik UU ini wajib dikawal namun dibagian lain juga perlu dikawal,"kata Prof. Rachmi Handayani mengawali pemaparannya.



Upaya-upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yaitu; Perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum harus diakomodir dalam peraturan-peraturan turunan. Dalam konteks lingkungan hidup, tidak mengenal batas-batas administratif karena merupakan suatu kesatuan ekosistem. 



“Oleh karena itu dibutuhkan perencanaan yang komprehensif untuk penetapan ekoregion. Inventarisasi lingkungan hidup harus menjadi baseline pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Jangan sampai demi kepentingan ekonomi terjadi pengabaian terhadap lingkungan”, tandasnya. 



 Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yarus dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Prinsip perlindungan pengelolaan lingkungan hidup yaitu : peraturan perundang-undangan yang berbasi lingkungan, precautionary principle, strict liability, analisis risiko lingkungan dan partisipasi.


“Yang harus dikawal dalam UU Cipta Kerja bahwa UU ini belum menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dengan mengubah izin lingkungan menjadi persetujuan lingkungan. Jika hal tersebut terkait UMKM maka harus didukung tapi jika melibatkan korporasi besar, maka harus dikawal dengan baik. Hal kedua yang perlu dikawal adalah konsep perijinan berbasis risiko dimana dalam UU ini belum memuat penjelasan yang detail. 



Ketiga, perlu mengawal keadilan ekologis bagi masyarakat dan meningkatkan akses partisipasi masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan rencana kegiatan yang berdampak besar dan penting bagi lingkungan, misalnya AMDAL”, ujar Prof. Rachmi Handayani dalam poin-poin penekanannya. UU Cipta Kerja memerlukan hampir 491 peraturan turunan, tentu besar harapannya bahwa peraturan turunannya mendukung perlindungan dan pengelolaan lingkungan yang bermuara pada pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.



 “Niat baik pemerintah ini perlu kita kawal dengan melibatkan dan mengakomodir para stakeholder," tutup Prof. Rachmi mengakhiri pemaparannya.



Firman jaya Daeli yang merupakan Ketua Dewan Pembina Puspolkam Indonesia dalam paparannya menyatakan bahwa dinamika yang terjadi dalam dalam proses penyusunan undang-undang ini adalah pelibatan masyarakat. Secara konstitusi bahwa DPR dan Presiden memiliki hak dalam penyusunan undang-undang dengan rakyat sebagai subjek pembangunan. Oleh karena itu aspirasi rakyat sangat penting dalam proses tersebut. Kita menunggu proses JR yang sekarang sedang diproses di MK. 



“Tetapi poin yang ingin saya tekankan adalah penyusunan peraturan turunan harus sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Peraturan daerah pasca pengesahan UU dan peraturan turunannya juga harus sesuai dengan konteks dan kebutuhan rakyat. Pemerintah daerah harus melakukan reformasi birokrasi untuk pelayanan publik”, tutup mantan anggota DPR-RI 1999-2004 ini.

 


Umbu Rauta dalam pemaparannya menjelaskan posisi dan kedudukan daerah dalam desain konstitusi yaitu Pasal 1, ppasal 4 dan pasal 18 UUD. Kedudukan daerah harus diletakkan dalam kerangka NKRI dan sistem presidensil. Urusan daerah adalah menjalankan tugas dan tanggungjawab presiden terhadap negara melalui para menterinya dan kepala daerah. Implikasi UU Cipta Kerja terhada Pemerintah Daerah adalah dalam bentuk pengaturan artinya UU Cipta Kerja mendelegasikan peraturan perundang-undangan lainnya yaitu peraturan pemerintah, peraturan presiden dan perda-perkada. 



“Implikasinya adalah perubahan paradigma dalam pelayanan publik. Harapannya rantai birokrasi pelayanan publik menjadi lebih pendek. Implikasi berikut adalah kepada masyarakat dan pelaku usaha. Dengan UU Cipta Kerja maka akan memungkinkan kemudahan berusaha dan investasi sehingga menyerap Angkatan kerja”, kata Umbu Rauta mengawali pemaparannya.



Yang berikut adalah penyederhanaan jenis dan prosedur perizinan, sehingga perda-perda perlu direview. Hal terakhir adalah implikasi budgeting. Pemerintah Pusat menyediakan dana alokasi khusus untuk pengembangan UMKM dan koperasi dalam APBN. Untuk pemerintah daerah adalah karena rantai birikrasi perijinan telah diperpendek, maka akan dihapuskannya retribusu perijinan tertentu dan akan berdampak terhadap PAD dan akan ditalangi oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah telah menyediakan rancangan Peraturan pemerintah yang bisa kita sikapi dan kawal melalui https://uu-ciptakerja.go.id . 

Pemerintah akan banyak menerbitkan/menetapkan (Norma Standar Prosedur dan Ketentuan) NSPK penyelenggaraan urusan pemerintahan. Yang kedua adalah perda-perda akan direview melalui peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan, asas materi muatan dan keputusan pengadilan. Yang berikut adalah dalam kerangka kualitas, perlunya tenaga ahli dan instansi vertikal dalam pembentukan perda dan peraturan kepala daerah. Yang menarik adalah terkait pemerintah daerah dalam menerbitkan obligasi daerah, pada peraturan lama perlu persetujuan DPRD namun dalam undang-undang yang baru hanya perlu pertimbangan Menteri keuangan.



Dalam penutupnya Umbu Rauta menyarankan bahwa pemerintah daerah harus sudah mulai melakukan identifikasi dan pemetaan terhadap perda-perkada yang isinya terkait dengan materi muatan yang ada dalam UU Cipta Kerja. Yang kedua adalah identifikasi dan pemetaan terhadap birokrasi perijinan dan dampaknya terhadap keuangan daerah dalam hal ini PAD. Yang terakhir adalah perubahan paradigma pelayanan publik yang menempatkan rakyat sebagai tuan. DPD juga perlu memaksimalkan instrument konsultasi dengan pemerintah pusat ketika dalam proses penyusunan peraturan pemerintah dan peraturan presiden.(*)

Iklan