Iklan

Iklan

,

Iklan

Petani Dipenjara Karena Jual Tanah Miliknya Sendiri Akhirnya Bebas, Hakim Putuskan Penahanannya Tidak Sah

Redaksi
Senin, 30 Agustus 2021, 17:36 WIB Last Updated 2021-08-30T10:36:43Z

MENANG : Hakim Tunggal Darwoko membacakan amar putusan dalam sidang Pra Peradilan perkara Mbah Suryadi seorang petani di Gunungpati Semarang yang dipenjarakan karena membatalkan jual beli tanah miliknya. Dalam sidang tersebut Hakim mengabulkan permohonan Pra Peradilan Suryadi.



Laporan: Bang Nur


SEMARANG,harian7.com - Majelis hakim Pengadilan Negeri Semarang akhirnya mengabulkan permohonan Pra Peradilan, Suryadi (63) seorang petani warga Gunungpati, Kota Semarang yang di tahan Polsek Gunungpati Semarang karena membatalkan jual beli tanah miliknya.


Dalam putusanya, hakim menyatakan penahanan Suryadi oleh Penyidik Polsek Gunungpati tidak sah, sebab perkara tersebut adalah perkara perdata bukan pidana. Sehingga perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan dalam proses peradilan.

 

Hakim tunggal Darwoko juga memerintahkan pada Kepolisian agar membebaskan Suryadi dan mengembalikan hak-haknya dan harkat serta martabatnya.


“Memutuskan, penetapan tersangka pemohon (Suryadi) oleh termohon (Polsek Gunungpati) tidak sah. Menetapkan kepada termohon agar melepaskan pemohon dari tahanan Polsek Gunungpati. Kepada termohon untuk mengembalikan hak-hak pemohon, harkat serta martabatnya,” kata Darwoko dalam amar putusanya di Pengadilan Negeri Semarang, Senin (30/8) siang.


Dalam sidang pra peradilan ini juga disampaikan keterangan saksi ahli Prof Dr Edi Listyino SH menyatakan hubungan tersangka (Suryadi) dan pelapor (Sukandar) yang tidak lain adalah tetangga merupakan hubungan perkara perdata yakni masalah jual beli tanah. Menurut Prof Edi, Down Payment (DP) merupakan sebuah proses awal dalam transaksi, untuk mengikat proses jual-beli. Namun semestinya harus tertuang kapan dilunasi, untuk memberi kepastian kapan pembayaran penuh dilaksanakan.


Jika tertuang dalam perjanjian tertulis jika penjual membatalkan harus mengembalikan uang sebesar 3 sampai 10 kali lipat. Maka dianggap tidak ada kepastian karena pengembalian 3 sampai 10 kali lipat bukan sebuah kepastian hukum. Maka harus dikembalikan pada kaidah perdata harus jelas.


“Proses penyidikan harus dilaksanakan secara adil dan tidak berat sebelah. Penyidik tidak boleh berat sebelah harus melakukan secara jujur, adil dan professional,” kata Darwoko.


Sementara itu pengacara tergugat (Polsek Gunungpati), Kompol Hartono usai persidangan menyatakan, pihaknya menghormati dan akan melaksanakan putusan hakim Pengadilam Negeri Semarang. "Kami akan melaksanakan putusan majelis hakim," ungkapnya.


Sementara itu Kuasa Hukum Suryadi, Yohanes Sugiwiyarno, SH, MH menyatakan, menyambut baik dan mengapresiasi putusan majelis hakim. Hal ini semoga menjadi pelajaran berharga bagi kepolisian untuk melaksanakan proses penyidikan secara profesional.


"Kami sangat berterimakasih kepada majelis hakim atas keputusan ini. Perkara ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, terlebih penyidik kepolisian agar berhati-hati dalam melaksanakan penyidikan. Bahkan Kapolri sendiri menghimbau mengedepankan restorasi justice semestinya bisa ditempuh dalam perkara ini," ujarnya.


Sebelumnya diberitakan, Nasib kurang baik kini tengah dialami oleh seorang kakek paruh baya bernama Suryadi (63) warga Desa Pakintelan RT05 RW 05 Pakintelan, Gunung Pati, Kota Semarang, Jawa Tengah. Ia terpaksa harus berurusan dengan polisi lantaran menjual tanah miliknya sendiri.


Muhamad Abdulah Sidiq anak Mbh Suryadi mengatakan, nasib kurang beruntung tersebut bermula pada saat sang ayah berniat  menjual sebidang tanah miliknya seluas 2300 meter persegi, yang terletak di Desa Salakan Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang, Jawa Tengah.


"Bapak ingin menjual tanahnya, kalo ada yang beli ya silahkan, kalo tidak ada nggak apa-apa," Kata Sidiq saat di temui harian7.com dirumahnya yang beralamatkan Pakintelan RT 01 RW02 Pakintelan Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang, Sabtu (31/7/2021).


Diungkapkan Muhamad, saat berunding antara bapak dan perantara ia mengaku mendengar pembicaraan keduanya."Saya mendengarkan sendiri dari kamar, saat  rundingannya di ruang tamu dan saya yang membukakan pintu pada saat Moh Dhor (Makelar) masuk ke rumah ruang tamu. Dari pembahasan mereka terjadi sepakat jual beli dengan harga Rp 900 ribu permeter. Dan  saya mendengar langsung percakapan tersebut,"ucapnya.


Muhamad menjelaskan, diawal musyawarah itu hanya dengan perantara bernama Moh Dhor dan bukan sama Sukandar selaku pembeli. Dan memang bapak ingin menjual tanahnya, namun dengan harga Rp 1 juta permeter, namun karena saat itu Moh Dor menawar, dengan dalih untuk kepetingan umat yakni akan dipergunakan untuk membangun gedung haji, guna untuk kepentingan IPHI maka bapak menurunkan harga menjadi Rp 900 ribu permeter, dan saat itu sudah saling sepakat.


"Dalam persoalan ini Sukandar selaku pembeli berembuknya sama Moh Dhor(makelar) bukan sama bapak. Jadi bapak dan Sukandar  tidak pernah saling ketemu sama sekali saat berembuk dalam jual beli ini," jelasnya.


Ketika sudah saling sepakat, lanjut Muhamad, Moh Dor memberi tanda jadi Rp 30 juta. Padahal awalnya bapak maunya dibayar lunas, namun  tiba-tiba bapak disuruh menerima uang Rp 30 juta, dan Moh Dhor  saat itu mengatakan "Tidak apa-apa ini tanda jadi, sebab aku sudah beli, makanya aku kasih".


"Anehnya kwitansi sebagai tanda jadi tersebut muncul pada bulan Desember 2020, saat muncul permasalahan, dan  saat itu Moh Dhor makelar ke rumah. Padalah sesaui tertulis di kwitansi uang tanda jadi atau DP tertulis pada tanggal 1 Juli 2020,"ungkap Muhamad.


Sejak menerima uang tanda jadi, bapak sudah tiga kali menanyakan perihal pelunasanya, namun Muh Dhor selalu mengelak.


"Ketika bapak menanyakan, katanya mau dibayarkan pelunasanya, tapi Moh Dhor selalu mengelak. Bapak sudah 3 kali menanyakan,"terangnya.


Sementara, kuasa hukum Mbh Suryadi, Yohanes Suguwiyarno, SH., M.H & Partner's saat di konfirmasi harian7.com menyampaikan, sebagai kuasa hukum dari Suryadi bin Alm Suwardi berdasarkan Surat Kuasa Khusu Nomor: JOOS.0021/LP.Pid.P/III/2021, tertanggal 18 Maret 2021, mengungkapkan, bahwa pihaknya selaku tim kuasa hukum menyatakan keberatan dan menolak keras serta patut diduga adalah bentuk dari kesewenag - wenangan (Arogan - red) atau indikasi kriminalisasi terhadap klien kami terkait tindakan hukum penahanan dan ditetapkanya tersangka terhadap Klien kami Suryadi.


" Kami bersama keluarga klien berharap keadilan,  karena situasi saat ini hukum harus transparan, maka dengan kondisi saat ini kami akan melaporkan ke Propam Polda, serta akan melayangkan tembusan hingga Mabes Polri,"tandasnya.


Ditegaskan Yohanes, dalam penanganan kasus  ini patut diduga ada indikasi mafia hukum. Maka untuk mencari keadilan kita akan melapor ke satgas mafia hukum, termasuk ke Presiden RI Joko Widodo, dan juga ke Jaksa Agung. (*)

Iklan