Iklan

Iklan

,

Iklan

“Historia Salatiga” Sediakan Tiga Kamar Dengan Nama Tiga Hotel Tempo Doeloe (Kalitaman, Berg En Del, dan Blommestein)

Redaksi
Sabtu, 29 Juni 2019, 01:23 WIB Last Updated 2019-06-28T18:23:06Z
SALATIGA, harian7.com – Bangunan rumah dengan luas 169 meter persegi di Jalan Sonotirto 654 Pancuran, Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga yang awalnya berdiri sekitar tahun 1938 silam, hanya berdindingkan papan dan gedeg (dari bambu). Dua puluh dua tahun kemudian tepatnya pada tahun 1960, rumah tersebut mengalami pembenahan bahkan direnovasi hingga berdindingkan tembok. Kemudian, tahun 2007 kembali dilakukan renovasi dan sekarang ini bangunan tersebut benar-benar permanen dan kokoh. Itulah, rumah milik almarhum Mbah Parto Slamet yang merupakan ayah kandung dari Eddy Supangkat (tokoh pemerhati Salatiga Tempo Doeloe). Dan rumah yang dikenal dengan nama “nDalem Sonotirto” itu, nantinya akan dijadikan ‘markas besar’ Historia Salatiga.

        Penggagas ‘Historia Salatiga’, Eddy Supangkat menjelaskan, bahwa rumah orangtuanya itu, memang benar-benar bersejarah. Bahkan, rumah yang berada di tengah pemukiman padat penduduk itu sampai sekarang masih terawat baik. Historia Salatiga ini, nantinya akan diresmikan bersamaan Hari Jadi (HUT) Salatiga ke 1269 pada 24 Juli 2019 mendatang.

        Isi dalam Historia Salatiga ini semuanya bernuansa Salatiga Tempo Doeloe, diantaranya akan disajikan ratusan foto hitam putih Salatiga Tempo Doeloe pada dinding dalam rumahnya. Juga, souvenir khas Salatiga yaitu ‘kaos’ yang bergambar dengan tema Salatiga Tempo Doeloe. Bahkan, pengunjung juga akan dimanjakan dengan membaca buku tentang Salatiga secara gratis di Historia Salatiga ini.

        “Dari dasar rumah yang bersejarah, tidak ada salahnya saya memberi nama dengan ‘Historia Salatiga’. Yang jelas, akan dibuka untuk umum dan banyak pilihan souvenir ada di Historia Salatiga. Selain itu, juga telah disiapkan dan disediakan tempat istirahat yaitu tiga kamar tidur jika sewaktu-waktu ada pengunjung akan menginap. Tiga nama tidur itu, diberi nama tiga hotel yang pernah berdiri di Salatiga. Ketiga nama kamar tersebut adalah “Kamar Kalitaman, Kamar Berg En Del, dan Kamar Blommestein”. Dan kamar dengan nama ‘Berg En Del’ tersebut merupakan kamar dimana saya dulu dilahirkan dari rahim ibu kandung saya,” jelas Eddy Supangkat kepada harian7.com, Jumat (28/6/2019).

        Dengan dasar cerita dari ‘Sang Eyang’ maupun orangtuanya, bahwa rumah bersejarah ini merupakan rumah pertolongan. Pasalnya, Eyang Kakung (Simbah) dulunya sering menampung sanak saudara yang sedang kesusahan dan berbagi. Dari sini, Historia Salatiga ini kedepan diharapkan akan menjadi tempat berbagi banyak hal tentang Salatiga Tempo Doeloe maupun Salatiga hingga sekarang kepada masyarakat.

        Menurutnya, meskipun dirinya sudah mempunyai koleksi foto-foto Salatiga Tempo Doeloe, namun bagi siapa saja yang memiliki foto Salatiga Tempo Doeloe (mungkin berbeda) dapat bekerja sama dengannya. Tentunya, masih banyak dokumen atau foto Salatiga Tempo Doeloe yang belum terkoleksi.

        “Saya juga mengharapkan jika ada warga yang memiliki foto Salatiga Tempo Doeloe, yang mungkin kesulitan dalam merawatnya dapat kerjasama dengan saya. Bisa saja foto-foto itu akan menambah koleksi foto dan akan tetap disajikan pada Hostoria Salatiga. Sedangkan untuk ‘foto booth’ yang berada di belakang rumah, latar belakangnya adalah foto bis legendaris Salatiga yaitu bus ‘Esto’ dan bus ‘Adam’. Dua bis ini sangat bersejarah di Salatiga maupun keluarga saya, lalu untuk diluar, latar belakangnya adalah bangunan bersejarah di Salatiga Tempo Doeloe, yang dibuat melalui lukisan,” jelas Eddy, lebih lanjut.

        Dua bus legendaries tersebut, sangat bersejarah bagi keluarga besar Eddy Supangkat. Pasalnya, almarhum Mbah Parto Slamet, ayah kandungnya merupakan sopir bis Esto dan Adam. Mbah Parto Slamet itu, merupakan sopir bus yang telah melampaui tiga zaman, zaman Belanda, Jepang serta Indonesia Merdeka.

        “Meski kini bangunan rumah Historia Salatiga masih terlihat kokoh, namun untuk mewujudkan impian saya masih butuh banyak biaya. Untuk itu, saya membuka diri dan pintu kerjasama (sponsorship) dengan siapa saja yang tentunya memiliki kepedulian yang sama dengan saya,” ujarnya.

        Eddy yang juga pencipta lagu-lagu khusus tentang Salatiga ini, merasa yakin jika “ide gilanya” yang kesekian kalinya ini akan dapat diterima masyarakat Salatiga. Warga Salatiga yang nantinya berkunjung di Historia Salatiga akan dibuat senang dan tidak mudah jenuh atau bosan. Bukan itu saja, pengunjung juga dibuat senang dengan menyusuri jalan/gang menuju Historia Salatiga, dihadapkan dengan aneka bentuk dan ragam lukisan karya “Anak Pancuran”. Lukisan tersebut tersaji pada tembok dipinggir sungai yang sudah nampak bersih airnya. Pengunjung dalam menikmati Historia Salatiga tidak dipungut biaya alias gratis. (Heru Santoso)

Editor: M.Nur

Iklan