Iklan

Iklan

,

Iklan

Sengketa Jual Beli Tanah Dua Warga Desa Watuagung, Pemilik Tanah Akan Bawa Kasus Ini ke Meja Hijau

Redaksi
Minggu, 31 Maret 2019, 00:16 WIB Last Updated 2019-03-30T20:05:15Z
Ungaran,harian7.com - Keluarga korban dugaan penyerobotan tanah Tinton Suprapto warga Glendang Desa Watuagung Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, oleh HND yang diketahui sempat berdomisili di Dusun setempat, berencana membawa kasus tersebut ke jalur hukum, lantaran hingga kini tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara musyawarah.

"Kalau memang persoalan ini tidak bisa di selesaikan dengan musyawarah maka kami akan membawa persoalan ini ke jalur hukum,"ungkap Nurrun Jamaludin SHI MHI selaku kuasa hukum Tinton Suprapto saat di konfirmasi harian7.com, Sabtu (30/3/2019).

Lebih lanjut Jamal menjelaskan, persoalan ini bermula saat  HND membeli rumah di samping tanah milik Suprapto.  Saat itu karena  kondisi rumah HND sempit dan tidak ada sisa tanah baik untuk jalan ataupun parkir mobil, maka HND memohon kepada Tinton Suprapto untuk membeli sebagian tanahnya.

"Sebenarnya klien saya yakni pak  Suprapto tidak berniat untuk menjual tanah miliknya, namun  karena berniat menolong maka ia membolehkan tanah miliknya untuk dibeli oleh HND,"terang Jamal.

Meskipun saat itu belum ada kesepakatan secara tertulis antara klien saya dan HND, namun secara lisan klien saya merelakan tanahnya dibeli HND muka depan selebar 4 meter dengan kentetuan syarat untuk tidak didirikan bangunan melainkan hanya digunakan sebagai akses jalan masuk menuju garasi atau ruang belakang milik HND.

"Dalam hal ini maksud baik dari klien saya justru disalah gunakan oleh HND, karena saat ini HND justru mendirikan bangunan dan mengklaim tanah muka depan selebar 6 meter. Ini jelas merugikan dan diduga telah melakukan penyerobotan tanah,"ungkap Jamal.

Jamal menambahkan, sebenarnya persoalan ini sudah dua kali di lakukan mediasi namun tidak ada titik temu. Bahkan dulu pernah di adakan pertemuan dengan perangkat desa di Kantor Desa Watu Agung, Samsul  Kepala Dusun Glendang pernah menyampaikan jika semula  ia (Samsul) saat pengukuran hanya di undang untuk mengukur tanah.

"Dari pertemuan sebelumnya, Kadus Glendang pernah mengungkapkan jika diundang hanya di minta tolong untuk mengukur tanah dan belum ada kesepakatan antara kedua belah pihak yakni klien saya dan HND terkait dengan jual beli. Sehingga saat itu Kadus Glendang hanya mengikuti kebiasaan jual beli yang ada diwilayahnya dimana kadus tidak mengetahui proses jual beli tapi ketika di undang mengukur tanah hanya melihat posisi patok berada dimana,"tambah Jamal.

Sebenarnya proses jual beli harus di sepakati terlebih dahulu, masih kata Jamal, selanjutnya baru proses jual beli yang sah dilakukan dan dilanjutkan dengan pendirian bangunan di atas tanah yang telah dibeli karena keabsahan jual beli adalah jika sudah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak dan dilanjutkan transaksi pembayaran, namun kenyataannya bahwa rangkaian proses tersebut belum dipenuhi namun sudah melakukan pembangunan diatas tanah yang belum menjadi gak miliknya.

"Kan sudah jelas aturanya, yakni sebagaimana syarat yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no 24 tahun 1997 disebutkan bahwa peralihan yang sah dari hak atas tanah yang diakui secara hukum adalah peralihan hak melalui jual beli yang sah.Dalam pasal 95 ayat 1 peraturan menteri agraria no 3 tahun 1997 yang diterbitkan oleh badan pertanahan nasional, disebutkan bahwa pengalihan hak atas tanah juga harus dibuktikan dengan sebuah surat atau akta yang di buat dihadapan PPAT ( Akta Jual Beli),"tandas Jamal.

Atas belum selesainya persoalan ini, saya  sangat menyayangkan pengukuran yang dilakukan oleh kepala dusun yang mendasarkan pada kebiasaan pengukuran didesa sedangkan sebenarnya pengukuran sudah di atur di buku pegangan ukur yang telah dikeluarkan oleh badan pertanahan nasional supaya proses yang dilakukan benar sesuai dengan aturan hukum sebagaimana petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang tanah Nomor : 01/JUKNIS-300/2016.

"Jika tetap tidak ada iktikat baik dari pihak pembeli untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan musyawaran maka rencananya akan menyelesaiakan permasalahan ke jalur hukum,"pungkasnya.

Terpisah Kepala Desa Watuagung Hernyu Cahyono SH saat ditemui harian7.com Jumat (22/3/2019) pekan kemarin mengungkapkan, pihaknya sangat menyayangkan atas perseteruan antar warganya, pasalnya  persoalan ini sudah dilakukan mediasi dua kali, namun belum ada kesepakatan.

"Sudah dua kali dilakukan mediasi, namun belum ada kesepakatan,"ungkapnya.

Hernyu menjelaskan, Memang setahu kami pembelian tanah tersebut belum terjadi kesepakatan, bahkan sebagai pemangku desa kami pernah melarang kepada pembeli untuk tidak melanjutkan pembangunan yang telah dikerjakan.

"Kami pernah melarang untuk tidak dibangun, akan tetapi oleh pembeli  dengan alasan bahan material yang jika tidak digunakan akan mengeras dan tidak bisa di pakai akhirnya pembangunan tetap berlangsung,"terang Hernyu.

Sampai berita ini diturunkan pihak HND belum bisa di konfirmasi. (Shodiq)

Iklan