Ilustrasi. |
"Untuk pemakaian senjata api harusnya ada audit secara berkala. Baik jumlah senjata api yang di pakai atupun jumlah peluru. Semua harus ada pertanggung jawaban, kan juga ada pajaknya," ungkap Reza dalam diskusi Dialog Polri, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (27/4).
Lebih lanjut, Bagi pemegang senjata api harus di mintai tanggung jawab, semisal peluru yang dikeluarkan harus jelas keteranganya, seperti siapa korban yang sudah di tembak dan apa dampaknya.
" Setiap peluru yang di keluarkan harus ada alasan jelas, untuk apa dan dalam kondisi seperti apa,"tambahnya.
Jangan sampai aksi asal tembak terjadi lagi, oleh karena itu polri harus menjujung tingi Hak Asasi Manusia (HAM). Karena amunisi terdahsyat adalah kesantunan dan junjung tinggi HAM.
"Prihatin melihat kondisi kiranya harus di reformasi. Karena ada tiga hal yang menjadi ujung tombak reformasi polri. Yakni SDM, Lemdikpol, dan Humas,"jelasnya.
Jika nanti dari hasil audit menunjukan penyalahgunaan senjata api di instansi polri semakin tinggi, maka Komisi III DPRI RI bisa menurunkan anggaran untuk senpi.
"Jika hasil audit jika penggunaan senpi tidak bisa di pertanggungjawabkan, turunkan saja anggaran untuk senpi. Kalau ndak diturunkan di khawartikan penyalahgunaan senpi akan semakin tinggi,"tandasnya.
Seperti di beritakan sebelumnya, dalam sebulan ini telah terjadi dua penyalahgunaan senjata api oleh anggota polisi. Diantaranya yakni, Aiptu BS yang tanpa sengaja menembak anak kandungnya sendiri hingga tewas karena di sangka maling dan aksi koboi Brigadir K yang dengan brutal dan membabi buta menembak mobil berisi satu keluarga dab menewaskan salah satu penumpangnya.(Rahman Jaya/Red)