ilustrasi |
SALATIGA,
harian7.com – Menjanjikan seseorang untuk bisa bekerja di RSUD Salatiga dengan harus memberikan
setoran sejumlah sebagai 'pelicin' percepatan diterima, ternyata
masih saja terjadi di Kota Salatiga. Dua orang warga Salatiga, yang
benar-benar ingin menjadi pegawai RSUD Salatiga, akhirnya hanya
'gigit jari' setelah masing-masing setor Rp 25 juta sebagai uang muka kepada seseorang.
Hingga kini sudah tujuh bulan lamanya tidak ada kabar berita
kepastiannya.
Hasil
penelusuran harian7.com, dua orang “korban” masing-masing
Do dan Di, keduanya warga wilayah Kecamatan Sidorejo, Salatiga. Dua
orang ini dijanjikan dapat diterima bekerja di RSUD Salatiga. Namun,
ada syaratnya harus menyetorkan sejumlah uang hingga puluhan juta
rupiah. Kedua 'korban' telah menyetor masing-masing Rp 25 juta dan
uang itu diserahkan kepada LR yang diketahui berprofesi sebagai Bidan, warga Kabupaten Semarang.
LR,
saat menerima setoran uang Rp 50 juta itu di depan RSUD Salatiga dan
penyerahan uang tersebut ada tanda bukti kwitansinya. Dalam kwitansi
itu, masing-masing Rp 25 juta untuk “Biaya Bimbingan Teknis, atas
nama Do dan Di. Uang diserahkan pada 6 Oktober 2015 dan diterima LR,
dan ditandatangani diatas meterai Rp 6000.
“Dalam
kwitansi itu atas nama saya mas, karena saya sebagai ibunya. Uang itu
katanya sebagai uang muka. Baik Do dan Di, ditarik biaya berbeda dan
hingga Rp 65 juta – Rp 80 juta. Setelah uang kami serahkan, hingga
sekarang ini tidak ada kabar berita kejelasannya. Kami pun bingung,
bahkan berkali-kali telah menghubungi maupun menemui LR dan jawabnya
bahwa uang tersebut telah diserahkan seseorang lagi,” terang salah
satu orangtua dari dua korban tersebut kepada harian7.com,
kemarin.
Ditambahkan,
bahwa awal mula informasi ada lowongan pekerja di salah satu instansi
di Kota Salatiga itu, diketahui dari DD. Dari informasi tersebut,
kedua korban merasa berminat untuk mendaftarkan. Ternyata, justru
dimintai uang sebagai 'pelicin' agar cepat diterima. Namun, itu semua
hanya akal-akalan dari DD maupun LR.
Yang
juga sangat aneh adalah kedua korban saat ingin meminta uang kembali justru malah mendapat tekanan untuk
membuat pengunduran diri dari lamaran di salah satu instansi itu.
Surat pernyataan pengunduran diri itu, ditulis tangan dihadapan DD,
yang juga pegawai di instansi tersebut. Namun, jika surat itu
benar-benar diberikan kepada pimpinan instansi itu, akan sangat
janggal dan ada kesalahan besar dalam surat itu.
Sementara,
LR ketika dihubungi harian7.com melalui telepon selulernya,
terdengar nada sambung namun tidak mau menerima. Bahkan, saat di sms
ke nomor Hpnya, juga tidak dibalas. (tim harian7.com)