Iklan

Iklan

,

Iklan

Rencana Raperda KTR Harus Dipertimbangkan Matang

Redaksi
Rabu, 29 Oktober 2014, 16:03 WIB Last Updated 2014-10-29T09:03:08Z
SALATIGA - Harian7.com, Pemkot Salatiga melalui Bagian Hukum Setda Kota Salatiga menggelar public hearing atau dengar pendapat terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Selasa (28/10) kemarin. Dalam acara ini tidak kurang 150 orang/peserta mengikuti acara yang digelar di Ruang Sidang II Pemkot Salatiga.
Dalam raperda tersebut, salah satunya berisi tentang pemberian sanksi berupa denda sebesar Rp 100.000 kepada siapa saja yang merokok di kawasan tanpa rokok. Denda ini wajib dibayar kepada siapapun yang melanggar larangan tersebut.
Public hearing itu menampilkan pembicara dari Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Jateng dan Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Salatiga Dokter Sovie Harjanti. Awalnya, banyak keraguan akan tema ini, namun ternyata justru masyarakat menyetujuinya. Selain itu, muncul pertanyaan mengapa dendanya hanya sebesar Rp 100.000 atau bahkan dapat dinaikkan lagi.
"Denda Rp 100.000 itu awalnya kami nilai sudah besar, pasalnya orang merokok yang harganya per batang seribu rupiah itu saja mungkin belum habis harus didenda seratus persen. Ternyata, dalam acara itu audiense justru menyetujuinya dan ada yang usul untuk denda dapat dinaikkan. Tetapi, untuk denda sebesar ini akan diuji cobakan terlebih dulu, apakah benar masyarakat secara keseluruhan menerima larangan ini,” terang Dokter Sovie.
Ditambahkan, khususnya untuk ibu hamil dan anak-anak yang ketahuan merokok maka mereka akan dicabut BPJS Kesehatannya. Mereka yang mendapatkan fasilitas BPJS gratis dari Pemkot Salatiga, akan dikenakan sanksi tegas. Sedang, untuk penerima BPJS dari pemerintah pusat yang dulu dikenal dengan Jamkesmas, maka pemkot tidak memiliki wewenang memberikan sangsi.
Beberapa orang yang dimintai tanggapannya terkait dengan denda bagi orang yang merokok di tempat larangan dan akan dikenakan denda, mereka mengaku jika hal itu hanyalah aturan sesaat saja. Pasalnya, kalau memang dilarang merokok di tempat umum atau suatu tempat yang dilarang namun itu tempat terbuka, sama saja hanya aturan yang dibuat-buat. Selain itu, jika Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini benar-benar dibuat dan disetujui, Pemkot Salatiga harus menengok ke belakang.
Artinya seperti contoh yang ada sekarang ini, di komplek ruang sidang II Pemkot Salatiga ada ruangan khusus untuk merokok, namun kenyataannya justru banyak acara digelar di dalam ruang sidang tersebut, pesertanya juga merokok dan diiamkan. Ruangan 'smoking area' tersebut apakah tidak membuang-buang anggaran saja, nyatanya penggunaannya tidak maksimal dan tidak optimal.
“Harusnya raperda tersebut, jangan terlalu dipaksakan, jika memang harus segera dibuat, alasan Pemkot Salatiga harus benar-benar jelas. Jangan hanya asal buat Raperda tetapi realisasinya di lapangan, asal-asalan. Apalagi, banyak pejabatnya juga perokok. Ini harus dikaji lebih dalam. Atau jika memang tidak senang melihat orang merokok, jangan latah harus dibuat perdanya. Sebagai contoh nyata, Pak Walikota Salatiga saja perokok berat dan setiap kali ada acara resmi juga merokok, ini menjadi pertimbangan kami sesama peroko,” tandas beberapa PNS Pemkot Salatiga yang enggan disebutkan namanya menyikapi akan dibuatnya Raperda KTR, kemarin. (SAN)


Editor          : M.Nur
Laporan      : Heru Santoso

Iklan