Iklan

,

Iklan

Diduga Lakukan Maladministrasi Dalam Penyelenggaraan PPDB , FKYPP Tuding Disdikbudpora Kab Semarang Langgar Aturan

Redaksi
Kamis, 18 Juni 2020, 23:58 WIB Last Updated 2020-06-19T04:57:11Z
Foto suasana kegiatan. 
Penulis: Shodiq/M.Nur

UNGARAN, harian7.com - Sejumlah pengurus  yayasan penyelenggara pendidikan yang berdomisili di Kabupaten Semarang dan Kota Salatiga yang bergabung dalam Forum Komunikasi Yayasan Penyelenggara Pendidikan (FKYPP) pada hari Kamis, (18/06/2020) pagi menyelenggarakan pertemuan di Kantor Yayasan Pusat Pendidikan Islam Sudirman (YAPPIS) Jalan Jendral Sudirman NO 2A Ambarawa Kab Semarang.

Adapun fokus diskusi dalam pertemuan tersebut yaitu untuk menyikapi terkait penyelenggaraan PPDB Tahun  pelajaran 2020/2021 yang di selenggarakan Disdikbudpora Kabupaten Semarang yang diduga tidak sesuai dengan regulasi dan mekanisme yang berlaku sehingga berdampak kepada penyelenggara pendididikan swasta.

Pembina pusat  YAPPIS Ambarawa sekaligus Koordinator Forum Komunikasi Yayasan Penyelenggara Pendidikan (FKYPP) dr Ahmad Arifin saat di temui harian7.com di sela - sela kegiatan Kamis, (18/06/2020) pagi mengatakan, bahwa maksud kegiatan pertemuan ini yaitu untuk membangun kebersamaan komunikasi dan tujuan serta menyamakan persepsi terkait proses pendidikan di Kab Semarang.

" Salah satu fokus diskusi kami yaitu terkait PPDB Tahun Pelajaran 2020/2021  yang di selenggarakan Disdikbudpora Kab Semarang yang di duga tidak sesuai regulasi. sehingga berdampak pada kekurangan murid di SMP dan MTS Swasta," kata Arifin.

Dia menegaskan , bahwa dengan sistem PPDB yang di selenggarakan Disdikbudpora Kab Semarang yakni online dan offline  menurut Arifin,  hal tersebut terkesan ingin mematikan dan merugikan penyelenggara pendidikan swasta (Sekolah swasta - red) .

"Kecurangan dalam PPDB yakni Sekolah - sekolah Negeri di samping melakukan PPDB online juga offline meskipun kuota yang di butuhkan telah terpenuhi dan menambah jumlah rombongan belajar serta ruang kelas baru (RKB).  Hal tersebut kami anggap melanggar Peraturan Kadisdikbudpora    Kab Semarang NO : 422.1/548.B/Tahun 2020 Tentang Juknis PPDB Jenjang TK ,SD dan SMP Tahun Pelajaran 2020/2021," tegas Arifin.

Arifin menambahkan , sekolah  negeri juga menggemukkan kelas dengan menambah jumlah siswa dalam satu kelas melebihi batas maksimumnya.

" Sesuai Permendikbud RI  NO 22 Tahun 2016 , Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendikbud RI NO 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana Prasarana SD/MI ,SMP/MTS dan SMA/MA di situ di sebutkan batas maksimum per kelas 32 siswa/murid tapi dalam prakteknya,  perkelas ada yang samlai 35 murid,  sehingga merugikan  sekolah swasta," tambah Arifin kepada harian7.com.

Sementara itu,  perwakilan dari Yayasan Sion Getasan Gunadi mengatakan, tujuan diadakan pertemuan ini dengan harapan nantinya ada pertemuan seluruh pengurus yayasan pendidikan swasta se Jawa Tengah untuk menyuarakan keadilan sebagai sekolah swasta. Namun yang pertama dan kami utamakan adalah memperjuangkan hak-hak anak yang bersekolah di sekolahan swasta.

"Katakanlah anak-anak yang bersekolah di swasta ini seolah diberlakukan seperti anak tiri oleh dinas terkait, dibandingkan anak yang bersekolah di sekolahan negeri,"katanya kepada harian7.com.

Diungkapkanya, jadi tujuan utama dari pertemuan ini adalah memperjuangkan nasib anak yang bersekolah di sekolah swasta. Bukan memperjuangkan sekolahan swasta saja.

"Kenapa saya katakan anak yang bersekolah di sekolahan swasta kami sebut dianak tirikan, misalnya anak yang sekolah di sekolahan negeri gratis, namun yang bersekolah di swasta membayar,"terang Gunadi.

Kemudian para guru tidak tetep (GTT) jika disekolahan negeri dibiayai pemerintah sedangkan GTT di sekolahan swasta tidak dibiayai.

"Itukan jadi dianak tirikan. Belum lagi tentang bantuan lainya yang tak adil. Jadi ada kebijakan pemerintah yang tidak adil terhadap sekolahan swasta,"tandasnya.

Jadi dalam hal ini kami menuntut atas hak-hak anak yang bersekolah di sekolahan swasta untuk bisa dipenuhi.

"Toh sama-sama anak bangsa, sama-sama membayar pajak tapi kenapa dibeda bedakan,"ucapnya gamblang.

Selain itu, terkait penerimaan siswa baru melalui online yang diduga dimanipulasi. Contohnya calon siswa baru yang sudah mendaftar melalui online disekolah swasta dan diterima, namun tiba-tiba calon siswa tersebut diterima di sekolahan negeri melalui pendaftaran offline.

"Masih ada beberapa sekolah negeri yang melakukan seperti itu, jadi otomatis sekolahan swasta kekurangan siswa,"pungkasnya.(*)

Iklan