Iklan

,

Iklan

Parah! Seorang PNS di Salatiga Diduga Palsukan KK Demi Hidup Dengan Wanita Lain, Arief : "Kami minta dinas terkait turun tangan dan menindak tegas"

Redaksi
Selasa, 16 November 2021, 14:04 WIB Last Updated 2021-11-16T07:13:50Z
Arief Satriasmoro, Ketua LMPI MC Salatiga saat ditemui wartawan.


Laporan: Bang Nur


SALATIGA,harian7.com - Perbuatan tidak terpuji dilakukan oleh seorang oknum PNS berinisial WAH yang berdinas di salah satu kecamatan di Salatiga. Pasalnya, demi hidup dengan wanita lain ia diduga memalsukan dokumen kependudukan kartu keluarga (KK).


"Oleh WAH, KK tersebut diduga dipalsukan. Pasalnya  tertera dalam KK dituliskan nama wanita lain berinisial WS. Padahal diketahui istri sah berinisial AS belum diceraikan,"kata Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Markas Cabang Kota Salatiga, Arief Satriasmoro saat ditemui harian7.com, Selasa (16/11/2021).


Dijelaskan Arief, dugaan pemalsuan KK tersebut terungkap setelah mantan istri WAH mengadu ke LMPI MC Salatiga. Dalam aduannya AS menyampaikan bahwa ditemukan dalam KK yang diterbitkan tahun 2014 tertulis nama WS sebagai istri WAH. Padahal tahun 2014 status AS masih istri sah WAH.


"Jadi sebagaimana disampaikan AS, pada tahun 2014 ia masih berstatus istri sah WAH. Sedangkan dalam KK tersebut justru dituliskan nama WS sebagai istri WAH. Itu jelas pemalsuan,"jelas Arief.


Ditambahkan Arief, AS resmi bercerai dengan W, berdasar akta cerai yang di keluarkan Pengadilan Negeri Kota Salatiga tertanggal 8 Februari 2019. Merujuk pada dokumen tersebut patut diduga kuat WAH, memalsukan dokumen kependudukan berupa KK.


"Melihat fakta - fakta tersebut dan berdasarkan aduan AS, kami LMPI MC Salatiga telah melaporkan ke dinas terkait. Dan dalam persoalan ini, WAH melanggar PP 53 Tahun 2010 Tentang PNS,"tandas Arief.


Arief berharap dengan laporannya, dinas terkait diminta untuk segera menindak tegas dan memberikan sanksi kepada WAH, mengingat dia seorang PNS.


Diterangkan Arief, padahal sudah jelas dalam perspektif perundang-undangan Indonesia, Administrasi Kependudukan diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan (selanjutnya disebut Undang-Undang Administrasi Kependudukan).


Adapun bentuk-bentuk dari dokumen kependudukan tersebut, pada intinya meliputi antara lain  Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-el), Akta/Surat Nikah/Cerai, Akta Kelahiran/Kematian, Akta Pengesahan Anak, Pengangkatan Anak, Perubahan Nama dan Perubahan Status Kewarganegaraan.


"Memang sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat,"tandas Arief.


Arief menyebut sanksi berat menanti bagi orang yang melakukan pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen kependudukan.


Selain itu, perbuatan pemalsuan atau penyalahgunaan dokumen kependudukan, tersebut juga dapat dikenakan ancaman pidana sesuai ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan menyatakan:


"Sanksinya jelas, setiap penduduk yang dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta,"tegas Arief.


Lanjut Arief, setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.


"Ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan."


Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 75 juta.


"Ada pihak-pihak yang secara sengaja tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan untuk kepentingan pribadi dan tentu saja itu merupakan tindak pidana dan akan segera ditindaklanjuti,"terang Arief.


Ketika ditanya sejauh ini langkah kedepan yang akan dilakukan, Arief menyebut LMPI MC Salatiga akan mengawal kasus ini hingga tuntas."Nanti setelah dinas terkait sudah mengambil tindakan terkait, semua akan kami sampaikan ke teman teman media, kami akan gelar konferensi pers. Lebih jelasnya nanti ya teman - teman media,"pungkasnya.


Sementara itu, WAH ataupun dinas terkait hingga berita ini diterbitkan belum bisa dikonfirmasi/dihubungi.(*)

Iklan