Iklan

Iklan

,

Iklan

 


HUKUM DAN KEADILAN 'Serpihan Pandangan dalam ikhtiar mewujudkan Keadilan'

Redaksi
Senin, 07 Juni 2021, 03:37 WIB Last Updated 2021-06-06T20:41:12Z
Sumber Foto: Documen Sofyan


Ditulis Oleh : Sofyan Mohammad


Advokat/ Praktisi Hukum selaku Wakil Ketua DPC PERADI Kota Salatiga dan Ketua LPBHNU Kota Salatiga


Opini


"Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah."


Hukum dan keadilan adalah dua elemen yang saling bertaut yang merupakan “conditio sine qua non” karena menyangkut adanya status supremasi hukum yang selama ini hanya melulu bertumpu pada teks dalam undang-undang, hal inilah yang sering menjadi awal perdebatan ketika membicarakan keadilan. 


Dalam kajian sederhana maka teks undang-undang selalu ditempatkan sebagai sesuatu yang harus dilaksanakan karena merupakan manifestasi konsensus sosial yang terkadang pada kenyataanya sering tidak mampu bergerak mengikuti ruang dan waktu. Konsensus tersebut sifatnya hanya sementara dan bukan permanen, nisbi dan bukan mutlak, sebab rasa keadilan akan bergerak cepat mengimbangi suksesi ritme ruang dan waktu dimaksud.


Menyoal tentang keadilan maka bisa dimulai melalui padananan awam yang telah merumuskan keadilan merupakan sebuah keserasian antara penggunaan hak dan pelaksanaan kewajiban seperti analogi ”neraca hukum“ yakni “takaran hak dan kewajiban”. Namun menurut pandangan penulis selaku praktisi hukum maka keadilan adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban yang tertumpu pada adanya keserasian antara kepastian hukum dan kesebandingan hukum.


Dari berbagai literatur maka para filosofi mendefinisikan keadilan sebagai berikut :

Menurut filsuf Ulpianus maka keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang mestinya untuknya (Iustitia est constans et perpetua voluntas ius suum cuique tribuendi). Ustinian maksudnya adalah “keadilan adalah kebijakan yang memberikan hasil,  bahwa setiap orang mendapat apa yang merupakan bagiannya”.


Menurut Filsuf Plato maka keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang -undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu yang kemudian disebut dengan ”Dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan social. 


Menurut filsof Aristoteles, maka keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya "fiat jutitia bereat mundus" rasa keadilan terbagi menjadi dua bentuk yaitu pertama keadilan distributif merupakan keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip kesamaan proporsional. Kedua, keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang. 


Sedangkan menurut filsuf Herbert Spenser, yang menyatakan bahwa setiap orang bebas untuk menentukan apa yang akan dilakukannya, asal ia tidak melanggar kebebasan yang sama dari lain orang”.


Mengorek lanjut tentang makna keadilan maka juga bisa melalui pintu sudut pandang paradigma hukum yaitu para menurut para penganut paradigma hukum alam maka telah meyakini jika alam semesta diciptakan dengan prinsip keadilan, sehingga dikenal dengan "stoisismenorma hukum alam primer" yang bersifat umum yang selanjutnya dikenal dengan adagium "Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya" (unicuique suum tribuere).


Menurut sudut pandang Paradigma Positivisme Hukum maka keadilan merupakan tujuan hukum, adagium yang populer adalah Suum jus, summa injuria, summa lex, summa crux yang berarti bahwa hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.


Sedangkan menurut pandangan paradigma hukum Utiliranianisme maka untuk mengukur sesuatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia (human welfare), adapun apa yang dianggap bermanfaat dan tidak bermanfaat, diukur dengan perspektif ekonomi.


Selanjutnya dalam berbagai perspektif tersebut maka dalam pandangan hukum progresif oleh Prof. Satjipto Rahardjo maka keadilan adalah mencerminkan bagaimana seseorang melihat tentang hakikat manusia dan bagaimana seseorang memperlakukan manusia, yang berarti objek yang dinilai adalah manusia maka ukuran-ukuran yang diberikan oleh seseorang terhadap orang lain tidak dapat dilepaskan dengan bagaimana seseorang tersebut memberikan konsep atau makna tentang manusia, sehingga apabila seseorang melihat orang lain sebagai mahluk yang mulia maka perlakuan seseorang tersebut akan mengikuti anggapan yang dipakai sebagai acuan sekaligus digunakan untuk menentukan ukuran yang dipakai dalam menghadapi orang lain, intinya dari sini dapat dipahami jika masalah keadilan tidak dapat dilepaskan dengan filsafat tentang manusia itu sendiri.


Melacak lebih jauh spectrum keadilan maka melalui kajian ilmu Agama ternyata keadilan memiliki proporsi yang sangat fundamental karena dalam pandangan agama Islam banyak sekali ayat ayat Al Qur'an yang menyoal tentang keadilan. Ajaran Islam telah mengatur tentang hubungan Allah SWT dengan makhluk-Nya, hubungan antara sesama makhluk, dengan alam semesta dan kehidupan, hubungan manusia dengan dirinya, antara individu dengan masyarakat, antara individu dengan negara, antara seluruh umat manusia, antara generasi yang satu dengan generasi yang lain, semuanya dikembalikan kepada konsep menyeluruh yang terpadu yang kemudian kajian ini disebut sebagai filsafat Islam.


Agama Islam memerintahkan kepada setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan pada setiap tindakan dan perbuatan yang dilakukan sebagaimana terurai dalam Qs. an-Nisaa ayat 58 yang berbunyi "Sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apa bila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberikan pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat"


Selanjutnya dalam Al-Qur’an Surat an-Nisaa ayat 135 juga dijumpai perintah kepada orang-orang yang beriman untuk menjadi penegak keadilan, yaitu "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah walaupun terhadap dirimu sendiri atau Ibu, Bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia, kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemasalahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dan kebenaran. Dan jika

 kamu memutar balikkan (kata-kata) atau dengan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segalanya apa yang kamu lakukan.


Dalam agama Islam perintah untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan hukum tidak memandang perbedaan agama, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surat as Syuura ayat 15, yaitu "Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah : “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita).


Menyoal tentang keadilan maka sejatinya ketika manusia telah bersepakat dengan eksistensi keadilan, maka keadilan harus mewarnai perilaku dan kehidupan manusia dalam hubungan dengan Tuhannya, dengan sesama individu, dengan masyarakat, dengan pemerintah, dengan alam dan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Keadilan harus terwujud di semua lini kehidupan, dan setiap produk manusia haruslah mengandung nilai-nilai keadilan, karena sejatinya perilaku dan produk yang tidak adil akan melahirkan ketidakseimbangan, ketidakserasian yang berakibat kerusakan, baik pada diri manusia sendiri maupun alam semesta.


Bertolak dari hal hal tersebut maka keadilan menjadi sangat esensial dalam kehidupan kita sebagai manusia karenanya menjadi penting untuk kita semua dapat merenungkan keadilan yang selanjutnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan kita untuk sedemikian rupa berbuat adil, hal ini karena memang tak jarang, penilaian atau sikap yang kurang adil akan membuat orang merasa kecewa, kesal, marah dan frustasi, hal itulah selanjutnya mengapa, pentingnya bersikap adil karena bisa berpengaruh terhadap kebahagian orang sebab penilaian mengenai sikap adil atau tidak biasanya dipengaruhi apa yang diterima dalam setiap keputusan.


Untuk memahami betapa pentingnya sikap adil maka serpihan pandangan tentang keadilan tersebut diatas  bisa menjadi pintu refleksi kita untuk memulai bersikap adil dalam kehidupan kita sehari hari.

"Hanya satu hal yang jelas menghina Tuhan, yaitu ketidakadilan."


Semoga Bermanfaat

Wallahu a'lam 

(Dan Allah lebih tahu yang sebenar benarnya)


* Tulisan yang disari dari berbagai sumber bacaan dan Referensi :

1. Ansori, Abdul Gafur, 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gajah Mada Universisty Press, Yogyakarta.

2. Fuady, Munir Fuady, 2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor.

3. Halim, A. Ridwan, 2005, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta.

4. Kelsen Hans, 2009, Pengantar Teori Hukum, Penerbit Nusa Media, Bandung.

Iklan