Iklan

Iklan

,

Iklan

Prihatin Terhadap Anak Yang Lahir dan Besar di Penjara, Komunitas Film Lam Horas Film Produksi Film Dokumenter " Invisible Hopes"

Admin: Shodiq
Minggu, 21 Februari 2021, 20:58 WIB Last Updated 2021-02-21T14:15:47Z

Sign poster Film " Invisible Hopes" produksi Komunitas Film Lam Horas Film


Laporan : Shodiq 


 JAKARTA, harian7.com -  Menilik  kembali  kebaradaan  anak-anak  yang  lahir  dan  hidup  dalam  penjara,  Produksi Komunitas Film Lam Horas Film selenggarakan press release terbatas dan diskusi film dokumenter "Invisible Hopes" di Studio l  XXI Plaza Senayan Jakarta, Jum'at ( 19/2/2021).



Kegiatan tersebut  di hadiri -+ 30 tamu undangan yang menempati kapasitas ruangan  -+ 300  orang dan dilaksanakan dengan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat.



Dalam press release yang diterima harian7.com yang dikirim melalui pesan WhatsApp Minggu (21/2/2021) siang, Lamtiar Simorangkir Sutradara sekaligus Produser film tersebut mengatakan,   bahwa latar belakang di produksinya film dokumenter " Invisible Hopes" tersebut sebagai bentuk keprihatinan dan kritik sosial terkait hak anak yang kurang terpenuhi.


“Awalnya  kami tidak  tahu,  dan ketika  baru  tahu bahwa ternyata  banyak anak yang lahir dan dibesarkan  dalam  penjara  kami  sangat  kaget.  Buat  kami  itu  tidak  adil.  Anak-anak  itu  harus  hidup bebas  dan  bahagia,  mendapatkan  haknya  sama  seperti  anak  lainnya,  sama  seperti  kami  waktu kecil.  Itu  yang  mendorong  kami  untuk  membuat  film  Invisible  Hopes,  bukan  dalam  rangka menjelek-jelekkan  siapapun," tuturnya.


Dia menambahkan. " Bahwa  kami  sebagai  filmmaker  melakukan  apa  yang  kami  mampu,  semoga film  ini  dapat  dipakai  untuk  alat  raising  awareness,  untuk  bahan  diskusi  supaya  ada  sebuah  solusi yang  lebih  baik  bagi  anak-anak  dan  ibu  hamil  dalam  penjara,” harap  Lamtiar Simorangkir,  pada  saat release terbatas  dan  diskusi  film    dokumenter  “Invisible  Hopes” .  



Dalam release  terbatas  film  tersebut dilaksanakan  dengan  mengundang  kalangan  terbatas  yakni kalangan yang di anggap bersinggungan langsung dengan isi dalam film tersebut untuk menghasilkan rekomendasi - rekomendasi yang dapat di follow up bersama untuk perbaikan kondisi pada anak - anak yang lahir dari ibu narapidana yang terpaksa hidup dalam penjara bersama dengan ibu mereka.Diantara kalangan yang diundang  yakni Kementerian  Hukum  dan  Ham  RI,  Komisi  Perlindungan  Anak  Indonesia,  Komnas  HAM  dan Ombudsman RI.  

Sign poster saat acara screening terbatas di Plaza Senayan XXI, 19 Feb 2021 (Ki-ka: Pak Thurman Hutapea, perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Ibu Ninik dari Ombudsman RI, Ibu Tiar Simorangkir dari Lam Horas Film, Ibu Putu Elvina dari KPAI, dan Ibu Sandrayati Moniaga dari Komnas HAM), Studio l Plaza Senayan XXI , Jum'at (19/2/2021)


Ninik Rahayu anggota Ombudsman RI mengatakan bahwa dia sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Produksi Komunitas Lam Horas Film yang telah memproduksi film dokumenter tersebut.



“Saya  melihat  mbak  Tiar  ( Lamtiar  Simorangkir-red)  dan  teman-teman  ini  punya passion  yang  tinggi,  tidak  banyak  yang  memiliki  kerja-kerja  professional  di  film mendokumentasikan  hal-hal  yang  seperti  ini.  Ini  resikonya  besar  buat  dia  dan  teman-teman  tim, tapi  dia  ambil  itu.  Kesulitannya  bukan  hanya  besar  tapi  besar  sekali!  Tapi  dia  ambil  itu.  Duitnya  gak ada  cuma  punya  kemauan.  Nah  kemauan  inilah  yang  kemudian  kita  semua  tadi  melihat  film  ini tanpa  narasi  pun  sudah  kelihatan  apa  sih  yang  mau  dipotret.  Substansinya  sangat  banyak  sekali,” tuturnya   saat  diskusi.  



 Dia menambahkan, “Film  ini  bisa  membingkai  bagaimana  kondisi  perempuan  dan  anak-anak  saat  ini, perempuan  hanya  punya  tubuh  tapi  tidak  punya  kuasa.  Saya  berharap  pimpinan  dari  pemerintah yang  hari  ini  hadir  bersedia  mengkomunikasikan  dengan  pimpinan  yang  tertinggi  kepada  pak Menteri dan mendialogkan dengan kementerian lembaga   terkait, setidaknya kepada Kementerian Dalam  Negeri,  Kementerian  Kesehatan,  Kementerian  Sosial,  Kementerian  Pendidikan  dan Kebudayaan,  mereka  harus  melihat  film  ini.  Ini  bagian  kecil  yang  tadi  di  potret  tapi  persoalan  besar bangsa  ini.  Tahap  berikutnya  mesti  ngajak  menonton  film  ini  aparat  penegak  hukum  kita, kepolisian,  kejaksaan,  Mahkamah  Agung  dan  BNN,”  ucapnya.




Sementara  itu,  Putu  Elvina  komisioner  Komisi  Perlindungan  Anak  Indonesia  (KPAI) juga menyampaikan apresiasinya kepada tim Lam Horas Film.


 “Selama penayangan betul kita menguras airmata.  Lalu  kemudian  kita  akan  mengingat  apa  yang  terjadi  betapa Selama penayangan betul kita menguras airmata.  Lalu  kemudian  kita  akan  mengingat  apa  yang  terjadi  betapa  beratnya  perjuangan  seorang narapidana  perempuan  kemudian  bayi  mereka  ikut  berada  didalamnya," urainya.


Menurutnya,  berbagai  hak-hak narapidana  perempuan  termasuk  anak  yang  mereka  kandung  dan  lahirkan  itu  merupakan  bagian -bagian  dari  hak-hak  perempuan  dan  anak  yang  harus  kita  perjuangkan.  


"Beberapa  hak  memang kalau  kita  lihat  di  film  tersebut  banyak  hak-hak  mereka  yang  terampas  atau  tidak  diperoleh  dengan baik.  Tentu  saja  dalam  momen ini  kami  memberikan rekomendasi mohon agar Direktorat  Jenderal Pemasyarakatan  bisa  kemudian  melihat  kembali  upaya-upaya  untuk  memperbaiki  kondisi narapidana  atau  tahanan  serta  anak-anak  yang  berada  disitu,”   ucapya.    



 Di tempat yang sama Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner Sandrayati Moniaga menyampaikan bahwa beliau  merasa  senang  telah  diundang  untuk  melihat  film  Invisible  Hopes  sebelum  di  publish  ke publik.  Menurutnya    film  Invisible  Hopes  selain  punya  kekayaan  dokumentasi  aspek sinematografinya  juga  baik,  filmnya  bisa  dinikmati,  ada  segi  keindahannya  dan  tidak membosankan. 



“ Saya  rasa  ini  satu  terobosan  yang  menarik  yang  mungkin  bisa  didiskusikan  Bapak Ibu  di  Ditjendpas  dan  pak  Menteri  tentang  bagaimana  peran  pembuat  film,  bagaimana  peran kamera  dan  orang-orang  dibalik  kamera  itu  untuk  merekam  situasi  yang  sesungguhnya  didalam Lembaga  Pemasyarakatan  maupun  tahanan.  Kami  misalnya  di  Komnas  Ham,  paling  kita  bisa memantau sehari dua  hari  itupun  hanya  ketemu  beberapa  orang  itupun  kadang  diatur  ketemunya dengan  siapa,  tapi  untuk  mengetahui  situasi  didalam  itu  jauh  dari  kemungkinan.  


Lebih lanjut dia menambahkan, "Saya  rasa  film  ini bisa  menunjukkan  kekuatan  dari  pembuat  film,  peran  strategis  dari  para  pembuat  film dokumenter  untuk  membantu  kita  memahami  persoalan  sesungguhnya  dan  kemudian memikirkan solusi-solusi  yang  lebih  pas  dibandingkan  kalo  kita  hanya  datang  hit  and  run” tuturnya.   



Kementerian  Hukum  dan  HAM  yang  diwakili   Thurman  Hutapea  (Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi) menyatakan merasa miris melihat kondisi yang ada  didalam  film. 



 “Rutan  dan  Lapas  saat  ini  berlomba-lomba  untuk  memperbaiki.  Tapi  ini  masukan yang  berharga  untuk  koreksi  kami  kedepan.  Kalo  kita  bicara  tentang  pelaksanaan  apa  yang disampaikan  oleh  bu  Ninik  sebagai  institusi  yang  berperan  aktif  melakukan  pengawasan  terhadap jajaran  kami,  kami  miris  sebenarnya,  kenapa?  Tanggungjawab  untuk  pembinaan  narapidana  yang ada  itu  bukan  tanggungjawab  kami  semata.  Itu  seluruh  komponen.  Kami  kan  muara  paling  akhir didalam  proses  penegakan  hukum” katanya.



 Diakhir  acara  ditemukan  kesimpulan  dan  rekomendasi-rekomendasi.  Kesimpulan  yang diambil  adalah  catatan  penting  yang  digaris  bawahi  bahwa  ini  adalah  PR  bersama,  ini  adalah  isu bangsa  yang cukup besar, anak-anak ini harus mendapatkan hak-haknya, kepentingan terbaik anak harus  didahulukan.   



Adapu rekomendasi  yang  dihasilkan  antara  lain   Kemenkumham  penting  memimpin  untuk mengagendakan dialog yang sangat serius lintas kementerian untuk membuat kebijakan-kebijakan pemenuhan HAM di dalam penjara terutama hak perempuan dan anak. Kedua, perlu ada reformasi criminal  justice  system  baik  dalam  proses  peradilan  maupun  pendampingan hukum juga membuat pola  edukasi  yang  membuat  koreksi  agar  kehidupan  warga  binaan  mempunyai  kehidupan yang  lebih  normal.  Ketiga  seruan  bagaimana  membuat  film  Invisible  Hopes  menjadi  ruang  dialog dengan  aparat  penegak  hukum  yang  lain.



 Acara  tersebut  ditandai  dengan  penandatanganan  bersama  poster  film  “Invisible  Hopes” sebagai simbol bahwa semua lembaga terkait dan Lam Horas Film siap bekerjasama untuk mencari solusi  terbaik  bagi  anak-anak  dan  ibu  hamil  dibalik  jeruji  penjara.  Film  Invisible  Hopes  sendiri  akan dirilis  resmi  ke  publik  dengan  melakukan  premier  pada  awal  bulan  April  mendatang.(*)  

Iklan