Sign poster Film " Invisible Hopes" produksi Komunitas Film Lam Horas Film
Laporan : Shodiq
JAKARTA, harian7.com - Menilik kembali kebaradaan anak-anak yang lahir dan hidup dalam penjara, Produksi Komunitas Film Lam Horas Film selenggarakan press release terbatas dan diskusi film dokumenter "Invisible Hopes" di Studio l XXI Plaza Senayan Jakarta, Jum'at ( 19/2/2021).
Kegiatan tersebut di hadiri -+ 30 tamu undangan yang menempati kapasitas ruangan -+ 300 orang dan dilaksanakan dengan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat.
Dalam press release yang diterima harian7.com yang dikirim melalui pesan WhatsApp Minggu (21/2/2021) siang, Lamtiar Simorangkir Sutradara sekaligus Produser film tersebut mengatakan, bahwa latar belakang di produksinya film dokumenter " Invisible Hopes" tersebut sebagai bentuk keprihatinan dan kritik sosial terkait hak anak yang kurang terpenuhi.
“Awalnya kami tidak tahu, dan ketika baru tahu bahwa ternyata banyak anak yang lahir dan dibesarkan dalam penjara kami sangat kaget. Buat kami itu tidak adil. Anak-anak itu harus hidup bebas dan bahagia, mendapatkan haknya sama seperti anak lainnya, sama seperti kami waktu kecil. Itu yang mendorong kami untuk membuat film Invisible Hopes, bukan dalam rangka menjelek-jelekkan siapapun," tuturnya.
Dia menambahkan. " Bahwa kami sebagai filmmaker melakukan apa yang kami mampu, semoga film ini dapat dipakai untuk alat raising awareness, untuk bahan diskusi supaya ada sebuah solusi yang lebih baik bagi anak-anak dan ibu hamil dalam penjara,” harap Lamtiar Simorangkir, pada saat release terbatas dan diskusi film dokumenter “Invisible Hopes” .
Dalam release terbatas film tersebut dilaksanakan dengan mengundang kalangan terbatas yakni kalangan yang di anggap bersinggungan langsung dengan isi dalam film tersebut untuk menghasilkan rekomendasi - rekomendasi yang dapat di follow up bersama untuk perbaikan kondisi pada anak - anak yang lahir dari ibu narapidana yang terpaksa hidup dalam penjara bersama dengan ibu mereka.Diantara kalangan yang diundang yakni Kementerian Hukum dan Ham RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM dan Ombudsman RI.
Sign poster saat acara screening terbatas di Plaza Senayan XXI, 19 Feb 2021 (Ki-ka: Pak Thurman Hutapea, perwakilan Kementerian Hukum dan HAM, Ibu Ninik dari Ombudsman RI, Ibu Tiar Simorangkir dari Lam Horas Film, Ibu Putu Elvina dari KPAI, dan Ibu Sandrayati Moniaga dari Komnas HAM), Studio l Plaza Senayan XXI , Jum'at (19/2/2021)
Ninik Rahayu anggota Ombudsman RI mengatakan bahwa dia sangat mengapresiasi apa yang dilakukan Produksi Komunitas Lam Horas Film yang telah memproduksi film dokumenter tersebut.
“Saya melihat mbak Tiar ( Lamtiar Simorangkir-red) dan teman-teman ini punya passion yang tinggi, tidak banyak yang memiliki kerja-kerja professional di film mendokumentasikan hal-hal yang seperti ini. Ini resikonya besar buat dia dan teman-teman tim, tapi dia ambil itu. Kesulitannya bukan hanya besar tapi besar sekali! Tapi dia ambil itu. Duitnya gak ada cuma punya kemauan. Nah kemauan inilah yang kemudian kita semua tadi melihat film ini tanpa narasi pun sudah kelihatan apa sih yang mau dipotret. Substansinya sangat banyak sekali,” tuturnya saat diskusi.
Dia menambahkan, “Film ini bisa membingkai bagaimana kondisi perempuan dan anak-anak saat ini, perempuan hanya punya tubuh tapi tidak punya kuasa. Saya berharap pimpinan dari pemerintah yang hari ini hadir bersedia mengkomunikasikan dengan pimpinan yang tertinggi kepada pak Menteri dan mendialogkan dengan kementerian lembaga terkait, setidaknya kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mereka harus melihat film ini. Ini bagian kecil yang tadi di potret tapi persoalan besar bangsa ini. Tahap berikutnya mesti ngajak menonton film ini aparat penegak hukum kita, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung dan BNN,” ucapnya.
Sementara itu, Putu Elvina komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga menyampaikan apresiasinya kepada tim Lam Horas Film.
“Selama penayangan betul kita menguras airmata. Lalu kemudian kita akan mengingat apa yang terjadi betapa Selama penayangan betul kita menguras airmata. Lalu kemudian kita akan mengingat apa yang terjadi betapa beratnya perjuangan seorang narapidana perempuan kemudian bayi mereka ikut berada didalamnya," urainya.
Menurutnya, berbagai hak-hak narapidana perempuan termasuk anak yang mereka kandung dan lahirkan itu merupakan bagian -bagian dari hak-hak perempuan dan anak yang harus kita perjuangkan.
"Beberapa hak memang kalau kita lihat di film tersebut banyak hak-hak mereka yang terampas atau tidak diperoleh dengan baik. Tentu saja dalam momen ini kami memberikan rekomendasi mohon agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bisa kemudian melihat kembali upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi narapidana atau tahanan serta anak-anak yang berada disitu,” ucapya.
Di tempat yang sama Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner Sandrayati Moniaga menyampaikan bahwa beliau merasa senang telah diundang untuk melihat film Invisible Hopes sebelum di publish ke publik. Menurutnya film Invisible Hopes selain punya kekayaan dokumentasi aspek sinematografinya juga baik, filmnya bisa dinikmati, ada segi keindahannya dan tidak membosankan.
“ Saya rasa ini satu terobosan yang menarik yang mungkin bisa didiskusikan Bapak Ibu di Ditjendpas dan pak Menteri tentang bagaimana peran pembuat film, bagaimana peran kamera dan orang-orang dibalik kamera itu untuk merekam situasi yang sesungguhnya didalam Lembaga Pemasyarakatan maupun tahanan. Kami misalnya di Komnas Ham, paling kita bisa memantau sehari dua hari itupun hanya ketemu beberapa orang itupun kadang diatur ketemunya dengan siapa, tapi untuk mengetahui situasi didalam itu jauh dari kemungkinan.
Lebih lanjut dia menambahkan, "Saya rasa film ini bisa menunjukkan kekuatan dari pembuat film, peran strategis dari para pembuat film dokumenter untuk membantu kita memahami persoalan sesungguhnya dan kemudian memikirkan solusi-solusi yang lebih pas dibandingkan kalo kita hanya datang hit and run” tuturnya.
Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili Thurman Hutapea (Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi) menyatakan merasa miris melihat kondisi yang ada didalam film.
“Rutan dan Lapas saat ini berlomba-lomba untuk memperbaiki. Tapi ini masukan yang berharga untuk koreksi kami kedepan. Kalo kita bicara tentang pelaksanaan apa yang disampaikan oleh bu Ninik sebagai institusi yang berperan aktif melakukan pengawasan terhadap jajaran kami, kami miris sebenarnya, kenapa? Tanggungjawab untuk pembinaan narapidana yang ada itu bukan tanggungjawab kami semata. Itu seluruh komponen. Kami kan muara paling akhir didalam proses penegakan hukum” katanya.
Diakhir acara ditemukan kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi. Kesimpulan yang diambil adalah catatan penting yang digaris bawahi bahwa ini adalah PR bersama, ini adalah isu bangsa yang cukup besar, anak-anak ini harus mendapatkan hak-haknya, kepentingan terbaik anak harus didahulukan.
Adapu rekomendasi yang dihasilkan antara lain Kemenkumham penting memimpin untuk mengagendakan dialog yang sangat serius lintas kementerian untuk membuat kebijakan-kebijakan pemenuhan HAM di dalam penjara terutama hak perempuan dan anak. Kedua, perlu ada reformasi criminal justice system baik dalam proses peradilan maupun pendampingan hukum juga membuat pola edukasi yang membuat koreksi agar kehidupan warga binaan mempunyai kehidupan yang lebih normal. Ketiga seruan bagaimana membuat film Invisible Hopes menjadi ruang dialog dengan aparat penegak hukum yang lain.
Acara tersebut ditandai dengan penandatanganan bersama poster film “Invisible Hopes” sebagai simbol bahwa semua lembaga terkait dan Lam Horas Film siap bekerjasama untuk mencari solusi terbaik bagi anak-anak dan ibu hamil dibalik jeruji penjara. Film Invisible Hopes sendiri akan dirilis resmi ke publik dengan melakukan premier pada awal bulan April mendatang.(*)