Iklan

Iklan

,

Iklan

MUI Jateng Izinkan Salat Idul Adha Berjemaah di Masjid, Ini Penjelasannya?

Redaksi
Rabu, 15 Juli 2020, 17:36 WIB Last Updated 2020-07-15T10:37:03Z
Ketua MUI Jateng, KH Ahmad Darodji.
SEMARANG,harian7.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah mengizinkan adanya Salat Idhul Adha 1441 H dilakukan secara berjemaah di masjid, dan musala. Namun jumlah jemaahnya harus dibatasi, serta mutlak menerapkan protokol kesehatan.

Ketua MUI Jawa Tengah KH Ahmad Darodji mengatakan, pihaknya mengizinkan pelaksanaan Salat Iduladha secara berjemaah di masjid dan musala. Hal itu untuk memenuhi keinginan masyarakat yang ingin mendirikan Salat Iduladha di tempat ibadah.

“Kemungkinan yang diizinkan adalah masjid-masjid. Bahkan kemungkinan membuka kesempatan pada musala-musala untuk menyelenggarakan, karena orang ingin salat (berjemaah),” kata Darodji ditemui usai menghadiri pelaksanaan ujian tes calon anggota Komisi Informasi Indonesia Daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah, di Kantor Dinas Kominfo Jateng, Rabu (15/7/2020).

Kendati MUI mengizinkan pelaksanaan Salat Id di masjid dan musala, namun jumlah jemaah yang ikut harus dibatasi. Dia mencontohkan, Masjid Baiturahman Kota Semarang yang memiliki kapasitas sampai 3.000 orang lebih, nantinya jemaah yang bisa ikut salat hanya sekitar 750 orang. Begitu juga di Masjid Agung Jawa Tengah, dan masjid yang lain yang harus dibatasi. Sedangkan untuk jemaah yang mengikuti salat id di musala haruslah warga yang tinggal di sekitarnya.

“Musala yang hanya dipakai warga di lingkungan yang datang Salat Iduladha,” ucapnya.

MUI juga menegaskan pihaknya tidak mengizinkan adanya pelaksanaan salat di lapangan, karena penerapan protokol kesehatan akan sulit dilakukan. Termasuk di dalamnya akan sulit untuk dilakukan jaga jaraknya.

“Sehinga kemungkinan besar itu, Insya Allah tidak disarankan di lapangan-lapangan. Karena itu akan sulit membuat protokol kesehatan maupun jaga jaraknya,” tegasnya.

Namun yang jelas, terang dia, penerapan protokol kesehatan di masjid, dan musala itu wajib diutamakan. Dia berharap pula masjid maupun musala yang akan dipakai untuk Salat Id agar lebih dulu disemprot disinfektan. Bahkan, tidak diperkenankan adanya karpet dan sajadah.

“Bahkan kalau masjid kita harapkan sebelumnya didisinfektan dulu. Tidak boleh ada karpet di situ. Semua bawa sajadah sendiri. Dan diharapkan sudah siap wudhu, meskipun di tempat (masjid atau musala) ada (tempat) wudhu, cuci tangan, dan sebagainya itu,” bebernya.

Jaga Interaksi

Sementara itu, Kepala Disnakkeswan Provinsi Jawa Tengah Lalu Muhammad Syafrudin mewanti-wanti warga, saat akan melakukan penyembelihan hewan kurban harus menjaga interaksi orang. Pasalnya, penyembelihan di masjid berisiko mengumpulkan banyak massa. Untuk mencegahnya, ada dua solusi yang ditawarkan.

“Kalau beli hewan bisa dilakukan melalui online, kita ada namanya Si Upin (Sistem Informasi Produk Peternakan maupun Ternak). Kalau mau memotong hewan, maksimalkan Rumah Potong Hewan (RPH). Di Jateng ada 79 unit,” ujarnya.

Lalu menyatakan, jika hal tersebut tak dapat ditempuh, maka warga wajib menerapkan protokol kesehatan saat pembelian dan penyembelihan hewan ternak. Artinya, warga diimbau untuk tidak berkerumun, disiplin mengenakan masker, serta menjaga jarak.

“Selain morfologi (kenampakan fisik) hewan yang sehat, yang paling penting, hewan kurban dilengkapi dengan Surat Hewan (SKH) dari dokter hewan dari daerah asal. Minta pedagang menunjukan, surat asli, dengan cap dan tanda tangan dokter,” imbuh Lalu.

Hal itu, wajib dilakukan oleh warga untuk menghindari penyakit hewan menular dan peningkatan kewaspadaan terhadap zoonosis (penyakit hewan menular ke manusia). Oleh karenanya, Disnakkeswan telah melakukan sosialisasi sejak Mei 2020.
Seminggu sebelum Idhuladha, Disnakkeswan Provinsi Jateng pun akan melakukan patroli dengan Satgas Pangan, perhimpunan dokter hewan dan pemerintah daerah, untuk melakukan pengecekan terkait SKH. Karena, SKH bersifat mandatori sesuai UU 18/2009 junto UU 14/2014 tentang peternakan hewan.

“Selain itu, kami akan melakukan pemeriksaan antemortem (sebelum penyembelihan) apakah hewan tersebut punya penyakit mulut, kuku dan sebagainya. Nantinya pada saat penyembelihan, kita juga akan melakukan pantauan di beberapa titik, untuk melihat ada atau tidaknya penyakit cacing hati. Kalau ditemukan, jeroan akan disita dan dimusnahkan, sementara daging boleh dikonsumsi,” tegas Lalu.

Berdasarkan data tiga tahun terakhir,katanya, penyakit pada sapi, kambing dan domba yang banyak ditemui adalah cacing hati dan pneumonia. Pantauan post mortem tahun 2017, sebanyak 1.382 sapi menderita penyakit cacing hati atau fasiolasis, sementara kambing dan domba sebanyak 312 ekor terinfeksi penyakit itu. Adapun, kasus pneumonia pada sapi sebanyak delapan kasus.

Pantauan pada 2018, sebanyak 2.747 ekor sapi terinfeksi fasiolasis. Sementara 1.110 ekor kambing dan domba menderita cacing hati. Untuk sapi yang menderita pneumonia berjumlah 22 ekor dan kambing serta domba tujuh ekor.  Pada 2019, jumlah sapi yang menderita fasiolasis sebanyak 2.135 ekor. Sementara kambing dan domba 766 ekkor. Untuk sapi yang menderita pneumonia berjumlah 30 ekor dan empat kambing serta domba menderita penyakit paru. (Andi S/rls/ Diskominfo Jateng)

Iklan