Iklan

,

Iklan

 


Kasus Dugaan Tokoh Agama Nikahi Anak Usia 7 Tahun Dihentikan (SP 3), Pihak Keluarga Layangkan Surat ke Mabes Polri, Meminta Agar Kasus Dibuka Kembali

Redaksi
Rabu, 01 Juli 2020, 01:14 WIB Last Updated 2020-07-01T02:56:23Z
Wahyu Dwi P, Keluarga Korban sekaligus pelapor didampingi Komandan KOTI Karisidenan Semarang, Alexander Joko Sulistiyo BY SE saat menggelar konferensi pers.
Penulis: Shodik/M.Nur

UNGARAN,harian7.com - Buntut dikeluarkanya surat perintah penghentian penyeledikan (SP 3) oleh Polda Jawa Tengah terkait dugaan kasus SP yang menikahi anak berusia 7 tahun pada tahun 2016 lalu, Pemuda Pancasila KOTI Jawa Tengah dengan tegas menyatakan keberatan dan meminta kasus ini dibuka kembali. Demikian di sampaikan Komandan KOTI Karisidenan Semarang, Alexander Joko Sulistiyo BY SE kepada harian7.com saat menggelar konferensi pers di Ungaran, Senin (29/6/2020) malam.

Diungkapkan Alex, dengan dihentikannya kasus tersebut dinilainya kurang pas. Menanggapi itu ia menegaskan bahwa penanganan perkara atas pelanggaran yang diduga dilakukan SP merupakan kejahatan yang sangat serius dan bisa membahayakan anak bangsa sebagai generasi penerus cita cita bangsa.

"Seharusnya penangananya dilakukan secara khusus sebagaimana amanat Pasal 59 UU No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, dimana dalam pasal ini menyebutkan pemerintah, pemerintah daerah dan lembaga negara lainya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak,"jelasnya.

Dinilai Alex dalam penanganan penyeledikan  kasus tersebut oleh Polda Jawa Tengah tidak maksimal dan tidak profesional. Sebagai polisi yang POMOTER (Profesional, Modern dan Terpercaya seperti yang selama ini digaung-digaungkan dalam peningkatan kinerjanya.

"Kasus ini harusnya ditangani sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun kenyataanya seperti kita lihat penanganya justru sebaliknya tidak dilakukan secara khusus. Untuk itu kami sangat keberatan penyelidikan  kasus ini dihentikan,"tegas Alex.

Dipaparkan Alex, sesuai Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas undang undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak seharusnya perkara ini ditangani secara khusus dan penyidik Polda Jateng  diwajibkan bekerja keras untuk mengungkap perkara ini dari fakta fakta yang sudah ada serta tidak memutuskan dengan cepat dengan menghentikan kasus tersebut.

"Atas di terbitkanya SP 3 tertanggal 15 Juni 2020 lalu, maka kami mewakili masyarakat dalam peran serta mengawasi kinerja aparatur pemerintah menyampaikan keberatan dan meminta kepada Polda Jateng untuk membatalkan SP 3 No. SP.H.Lidik/109.b/Vl/2020 oleh Ditreskrimum Polda Jateng,"tandas Alex dengan didampingi puluhan anggota PP KOTI Jawa Tengah.

Ditambahkan Alex, atas keberatan tersebut melalui kuasa hukum kami telah melayangkan keberatan kami kepada Kapolri sesuai surat No. 06/HBS-SPP-NONLIT-PROF/EKS/VI/2020.

"Surat keberatan tersebut juga kami tembuskan Irwasum, Kabareskrim, Kadiv Propam Mabes Polri, Kapolda Jawa Tengah, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, Gubernur Jateng, Kompolnas, Komisi III DPR RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas Perlindungan Anak Indonesia dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia,"terang Alex.

Alex berharap perkara ini untuk dibuka kembali dan ditangani Mabes Polri, mengingat peristiwa ini dilakukan oleh orang yang pernah tersangkut hukum dengan perkara yang sama sehingga diyakini memiliki tipu daya muslihat agar perkara ini sulit diungkap.

"Selanjutnya Polda Jateng segera melakukan gelar perkara ulang, dan gelar perkara khususnya dalam dilakukan hal visum ulang agar disertai dengan menghadirkan seorang psikolog anak, agar sebagai saksi yang berimbang,"ucap Alex.

Alek menegaskan, pihaknya akan mengawal terus kasus ini sampai tuntas, sehingga benar-benar menghasilkan rasa keadilan kepada masyarakat.

Sementara itu, Wahyu Dwi P pihak keluarga korban sekaligus pelapor warga Bedono Kec Jambu Kab Semarang mengatakan,"Pertama diawal adik saya yang mengetahui pernikahan itu dan adik saya memberitahu kepada saya karena adi saya tidak berani melaporkan maka saya melaporkan. Adanya pernikahan tersebut adik saya betul betul melihat pernikahan itu memang terjadi,"katanya kepada harian7.com.

Diungkapkan Wahyu, Mendapati informasi tersebut selanjutnya ke Jakarta ungtuk melapor ke Mabes Polri dan diterima disana untuk pelaporannya dan selanjutnya diteruskan ke Polda Jateng. Dan selama penyidikan ini kami meyakini bukti-bukti kami kuat, tapi ya seperti itulah, penyidikanya dihentikan,"ungkapnya.

Ketika ditanya harian7.com apa yang mendasari ia melapor, Wahyu mengungkapkan,"Inikan tindak kejahatan, sebenarnya kami dari pihak keluarga tidak setuju atas apa yang dilakukan om saya (SP). Namun sering di nasehati sudah  tidak mempan istilahnya, maka kami menempuh dengan jalur hukum,"jelasnya.

Ketika ditanya apakah ada saksi saat pernikahan siri SP dengan gadis berusia 7 tahun, Wahyu menerangkan,"Saksinya ada, saudara AP, SC anak SP, AM, Mbah WR dan yang menikahkan siri MH,"terangnya.

"Harapan kami kasus ini terungkap dengan kepastian hukum dan SP dihukum. Mengingat SP sudah beberapa kali melakukan itu dan sudah tidak mempan dinasehati keluarga."

"Dan kami meminta kasus ini dibuka kembali dan ditangani secara terbuka. Yang jelas atas diterbitkanya SP 3 saya sangat kecewa. Terkait hal ini saya sudah siap dari segala resiko demi tegaknya kaeadilan,"pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya kasus SP terkait dugaan menikahi anak dibawah umur, disampaikan Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Iskandar F Sutisna bahwa belum memiliki bukti kuat untuk menjerat PCW  alias SP dalam kasus dugaan menikahi anak di bawah umur.

Kombes Iskandar menjelaskan, dari delapan saksi yang sudah diperiksa, pihaknya belum menemukan tuduhan-tuduhan seperti yang disangkakan oleh pelapor bahwa SP menikahi anak berumur 7 tahun.

"Dari semua saksi yang diperiksa belum ada yang mengarah pada dugaan terlapor melakukan pernikahan tersebut. Ini masih kami dalami," jelasnya.

Menurut Kombes Iskandar, kesaksian dari salah satu saksi pelapor juga tidak cukup kuat. Sebab, untuk menguatkan perkara tersebut dibutuhkan minimal 2 saksi dan barang bukti.

"Baru ada 1 saksi dari pihak pelapor yang mengarah pada dugaan pernikahan tersebut. Tapi tidak cukup kuat karena minimal harus ada dua saksi," paparnya.(*)

Iklan