Iklan

Iklan

,

Iklan

Politik Pandemi & Pandemi Politik

Redaksi
Sabtu, 16 Mei 2020, 21:40 WIB Last Updated 2020-05-16T14:40:51Z
Yakub Adi Krisanto SH MH
Ditulis Oleh: Yakub Adi Krisanto SH MH (Dosen FH UKSW dan Advokat)

OPINI,harian7.com - Seandainya memang pertimbangan pelonggaran PSBB adalah ekonomi, yaitu negara semakin kesulitan menangggung biaya utk menanggulangi penyebaran covid-19, maka pos2 anggaran APBN/D yang dikurangi. Saatnya pejabat publik berkorban, potong gaji Presiden, Menteri, Kepala Daerah dll. Hentikan pembangunan proyek fisik. APBN/D fokus utk kesehatan dan jaring pengaman sosial, selain tetap belanja pegawai (gaji ASN).


Biaya penanganan covid-19 konon katanya sdh mencapai ratusan triliun, dan pemerintah melonggarkan ekonomi karena dlm bbrp bulan kedepan, beban pembiayaan semakin membengkak. Selain efisiensi APBN/APBD, konsensi2 pertambangan/perkebunan dijadikan sumber pendapatan. Meski klo itu dilakukan akan membuka praktek kotor yg selama ini dijalankan. Namun dana dari hasil praktek kotor ketika digunakan utk menopang keuangan negara bisa menyelamatkan banyak rakyat.


Menekan beban anggaran bukan dengan menaikkan iuran BPJS. Logikanya BPJS tidak masuk ke APBN, namun akan signifikan mengurangi subsidi biaya kesehatan pemerintah terhadap rakyat. Yang tidak memiliki penghasilan/pendapatan tidak hanya pemerintah, rakyat juga dalam tekanan dg pengurangan pendapatan karena pandemi covid-19. Potong gaji Direktur BPJS, bukan menaikkan iuran BPJS yang dasar hukumnya sdh dibatalkan oleh MA.

Pelonggaran PSBB & Kalkulasi Dampak

Melonggarkan PSBB ditenggarai menjadi salah satu manifestasi strategi herd immunity, meski itupun mudah menjadi perdebatan. Namun dampak pelonggaran terhadap potensi terinfeksi covid-19 tidak bisa ditolak. Apakah dengan pulang kampung atau arus lalu lintas orang dibuka agar transportasi menggeliat akan signifikan mendorong roda ekonomi? Ataukah biaya pengobatan bagi pasien yan terinfeksi covid-19 menjadi lebih besar dibandingkan hasil nilai ekonomi dari pelonggaran PSBB??

Pelonggaran PSBB untuk merelaksasi ekonomi perlu mempertimbangkan multi aspek, salah satu utamanya adalah peluang penyebaran yang semakin meluas. Penyebaran covid-19 yang meluas dengan potensi warga yang terinfeksi semakin besar dapat meningkatkan beban pemerintah untuk membiayai biaya kesehatan. Kerentanan tertular perlu diperhitungkan matang dikaitkan dengan kemampuan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan menampung dan merawat pasien positif covid-19. Termasuk kemampuan pemerintah daerah melaksanakan protokol kesehatan secara konsisten dan disiplin.

Kalkulasi dampak memunculkan pertanyaan, siapakah yang harus mengambil peran berkorban lebih besar, rakyat atau pemerintah? Dalam porsi masing-masing, semua pihak menjadi korban. Presiden harus lebih jernih melihat pandemi ini, mengambil peran sebagai panglima melawan pandemi. Menarik dari tolak tarik kepentingan politik kekuatan politik yang ada disekitarnya bisa menjadi manifestasi pernyataan beliau bhw periode terakhirnya dilalui tanpa beban (politik). Pandemi covid-19 menjadi tantangan Jokowi, dikenang sebagai Presiden yang berhasil membawa rakyat selamat (jasmani, ekonomi dan sosial) ataukah meninggalkan bopeng politik ketika mengatasi pandemi ini.

Tidak mudah! Bukan berarti tidak bisa, karena latar belakang beliau sebagai entrepreneur menjadi modal berharga melalui kesulitan ini. Presiden harus menampilkan pengorbanan yang diberikan demi rakyat sepertj ketika mencintrakan dirinya yang peduli wong cilik. Pengorbanan Presiden dengan memberikan contoh konkrit akan mendorong pihak lain (orang sekitarnya atau warga negara lain) untuk mengikuti pengorbanan beliau. Potong gaji Presiden, Menteri, Komisaris dan Direktur BUMN.

Dorong pemerintah daerah membangun lumbung pangan dan dapur umum untuk mengatasi perut lapar rakyat ketika manisfestasi menekan angka positif covid-19 dengan PSBB pulau Jawa. Hitung dengan ahli lintas ilmu, pengaruh 14 hari PSBB terhadap penyebaran covid-19. Menderita 14 hari bersama-sama, namun menuai keamanan dan keselamatan pasca PSBB. Sehingga pasca PSBB, APBN bisa lebih relaks karena ekonomi berjalan tanpa ketakutan meledaknya pandemi.

Memimpin dengan Contoh

Elit politik negeri ini perlu memberi contoh, bagaimana mereka berkorban mengutamakan kepentingan rakyat daripada diri sendiri atau kelompok. Sudah banyak warga yang memberi contoh dengan memberikan donasi atau bantuan kepada masyarakat, dan masih minim elit politik secara pribadi (bukan karena peran jabatannya) bergotong royong meringankan beban ekonomi rakyat. Yang terlihat adalah elit politik memanfaatkan jabatannya untuk membangun pencitraan politik dengan menggunakan APBN/D. Uang rakyat dari APBN/D memang semestinya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Namun elit politik yang memanfaatkannya untuk kepentingan diri dan kelompoknya melakukan perilaku tidak etis.

Memimpin dengan contoh, termasuk berkorban demi rakyat agar mampu melewati pandemi dengan selamat. Situasi demikian sebaiknya elit politik sering tampil ke akar rumput dengan solusi. Solusi masalah pandemi ini tidak hanya bantuan seperti paket yang saat ini sedang digulirkan pemerintah. Bantuan membantu pemasaran produk rakyat, memfasilitasi masyarakat meningkatkan daya tahan ekonomi misalnya dengan memberi benih, pupuk, atau bahan baku murah bagi industri rumahan bisa membantu mengatasi masalah ekonomi.

Elit politik jangan terjebak dengan aksi klise yang selama ini dilakukan, memberikan donasi atau paket-paket bantuan. Kerahkan daya pikir lembaga seperti partai politik, kementerian, BUMN untuk berpikir diluar kotak (out of the box). Berdamai dengan covid-19 perlu dimaknai cara berpikir lateral, membongkar cara berpikir seperti masa sebelum pandemi. Akomodasi ide-ide segar dengan menguji-cobakan, kesalahan-kesalahan dipahami untuk memperbaiki kebijakan atau stragegi yang dilakukan. Respon cepat menjadi pendamping pengakomodasian ide-ide.

Langkah atau kegiatan di tingkat daerah yang berhasil dalam rangka mengatasi dampak penyebaran covid-19 ditarik ke tingkat nasional dengan modifikasi seperlunya. Tindakan pemerintah pusat mengakomodasi kegiatan di daerah yang berhasil menjadi bentuk apresiasi terhadap daerah dan memberikan kesempatan berkontribusi dalam pembentukan kebijakan nasional.

Pengakomodasian kegiataan warga daerah menjadi kebijakan nasional membutuhkan kepekaan elit pusat. Memimpin dengan contoh membutuhkan kepekaan pemimpin untuk melihat ke daerah, menerima masukan dan informasi yang lebih luas. Tanpa kepekaan dari hasil membuka informasi yang bisa masuk ke dapur pemangku kepentingan atau pembuat kebijakan. Membatasi informasi akan menumpulkan kepekaan dan memperkecil peluang melihat karya warga daerah menjadi kebijakan nasional.

Kesimpulan

Politik pandemi diarahkan pada manifestasi berdamai dengan covid-19, dalam pengertian covid-19 telah merombak tatanan sosial-ekonomi dengan penerapan protokol kesehatan. Perombakan tatanan sosial-ekonomi, misalnya bagaimana berinteraksi untuk mencegah penyebaran virus, dunia pendidikan mengandalkan daring. Demikian juga pola pikir elit politik juga perlu berdamai dengan covid-19. Jangan sampai ketidakmauan mengakomodasi dampak covid-19 dengan cara berpikir lama mengorbankan rakyat.

Elit yang masih berpikir cara lama akan melahirkan pandemi politik, karena berhadapan dengan rakyat yang harus berjuang mengatasi kesulitan sebagai dampak covid-19. Elit yang masih memikirkan mengeruk untung dari penguasaan atau akses ke APBN/D akan berhadapan dengan kelelahan rakyat yang berjibaku mensiasati kesulitan ekonomi. Pandemi politik akan memicu frustasi rakyat.

Pak Jokowi, kibaskan jerat kepentingan politik yang selama ini membebani. Pengibasan jerat kepentingan akan bisa melihat pandemi covid-19 dengan lebih jernih, tanpa muatan kepentingan politik yang hanya memburu rente ekonomi dan politik. Bawa rakyatmu melalui pagebluk ini dengan selamat.

Astungkara

Iklan