Iklan

Iklan

,

Iklan

 


Kembali Mediasi Warga dan PT Mandae Belum Temui Sepakat , LBH ICI: Kami Akan Perjuangkan Hak Warga Sampai Tuntas, Soal Tuntutan Warga Justru Akan Dibawa Ke Ranah Hukum - Kami "Ladeni"

Redaksi
Kamis, 23 April 2020, 05:34 WIB Last Updated 2020-04-22T23:04:28Z
Saat mediasi berlangsung. (Foto: M.Nur-harian7.com)
Ungaran,harian7.com - Mediasi antara warga terdampak limbah debu serbuk dan suara bising mesin dengan PT Mandae kembali digelar di  Gria Estetika, kediaman Ketua RT 03 Dusun Krajan, Desa Wringin Putih, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang,  Rabu (22/4/2020) malam.


Adapun dalam mediasi tersebut membahas soal keluhan warga terkait dampak limbah debu serbuk dan suara bising mesin yang diduga berasal dari aktifitas  pengelolaan  kayu untuk mebel (Furniture) yang berada di  lingkungan Dusun Wringin Putih RT 01 RW 01 Desa  Wringin Putih.

Baca juga:
ACT Jateng Siap Implementasikan 30.000 Paket Bantuan Untuk Sambut Ramadhan

Kapolres Semarang Berikan Bantuan Sembako Kepada Masyarakat Terdampak Covid-19

Turut hadir saat mediasi tersebut, Brigpol Kusdiyono Bhabinkamtibmas Desa Wringin Putih, Heri Ketua RT 03 Dusun Krajan (Tuan rumah), Empat warga terdampak limbah yakni  Agus Triono, Sholikin, Haryanto, Dwi Haryoko dengan didampingi Shodiq dari LBH ICI Jateng,  Perwakilan PT Mandae Nur Woko dan rekan serta dua warga setempat.


Sebelumnya mediasi pernah dilaksanakan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Semarang, di salah satu ruangan dinas setempat, pada  Kamis, 12 Maret 2020 lalu, dan dalam mediasi tersebut belum terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.

Baca juga:
Kabar Gembira: Layanan Sertifikasi Halal Online Diperpanjang Hingga 13 Mei 2020

Pada kesempatan tersebut, Ketua RT 03, Anggota Bhabinkamtibmas dan LBH ICI berupaya untuk memediasi kedua belah pihak (Warga terdampak dan Perwakilan PT Mandae). Namun hingga pada penghujung mediasi kembali belum menemui kata sepakat. Pasalnya pihak perwakilan PT Mandae Nur Woko hanya bisa memenuhi satu tuntutan warga, dari dua tuntutan.


Dalam hal tersebut, seperti di sampaikan saat mediasi di Kantor DLH Kab Semarang, warga menuntut komensasi kerugian  materiil dan immateriil selama terdampak limbah debu serbuk dan suara bising, dan kedepannya meminta jaminan kesehatan.


"Intinya kami hanya akan memberikan jaminan kesehatan berupa BPJS kelas dua bagi masing-masing warga. Dan untuk tuntutan warga soal ganti rugi komensasi kami tidak bisa memenuhi,"kata Nur Woko dalam acara mediasi tersebut.


Diungkapkan Nur Woko, pihaknya tetap mengutamakan penyelesaian persoalan tersebut secara kekeluargaan. Akan tetapi jika tetap tidak bisa maka ia menyebut akan melanjutkan ke ranah hukum dan komensasi berupa jaminan kesehatan atau BPJS kelas 2 juga tidak akan dipenuhi.

Hasil mediasi

Dari mediasi tersebut, warga setuju mengenai dipenuhinya satu tuntutanya yakni jaminan BPJS kelas 2. Sedangkan mengenai tidak dipenuhinya tuntutan komensasi kerugian materiil dan immateriil selama beberapa bulan, warga belum bisa memutuskan, dengan alasan ingin berembuk dengan pihak keluarga.


Terpisah, Sholikin dengan didampingi warga terdampak lainya saat ditemui harian7.com di rumahnya mengungkapkan, jika ia dan warga terdampak lainya tetap pada tuntutan awal. Jika memang salah satu tuntutan tidak dipenuhi maka mempersilahkan jika pihak PT Mandae akan membawa persoalan tersebut keranah hukum.


"Memang kami sengaja menjawab untuk menunggu keputusan hingga besuk sore (Kamis/22/2020) pukul 15.00 wib. Alasanya karena kami rasa mediasi tersebut tidak akan ada titik temu. Berhubung waktu sudah malam dan kita tidak enak dengan pak RT maka kami jawab begitu,"tandas Sholikin yang diamini warga terdampak lainya.


Ditambahkan Sholikin, dan perlu di ketahui, kami warga terdampak sebenarnya tidak ingin apa-apa melainkan minta jika pabrik tersebut ditutup. Namun berhubung selama ini kami yang merasakan dampaknya maka sudah hal yang semestinya kami sebagai warga menuntut hak.


"Prinsipnya kami sudah males dengan mediasi-mediasi seperti tersebut. Pasalnya berungkali mediasi berujung tidak pasti. Jadi jika ingin menempuh jalur hukum kami persilahkan, toh kami tidak merasa bersalah. Dan pastinya semua ada peraturanya,"pungkasnya.


Sementara itu Direktur LBH ICI Jeteng Dr Krishna Djaya Darumurti SH MH melalui ketua harian Shodiq selaku pendamping hukum warga terdampak saat dikonfirmasi harian7.com mengatakan, seperti pernah saya sampaikan sebelumnya, pada prinsipnya segala keputusan kami serahkan kepada warga terdampak.

’’Selaku pendamping hukum keputusan kita serahkan kepada warga terdampak. Prinsipnya kami memperjuangkan hak dari pada tuntutan warga. Jadi jika keinginan warga belum terpenuhi dan persoalan ini belum selesai maka kami akan mendampingi hingga persoalan ini selesai,’terangnya.

Baca juga:
“Rakor Linsek” Dalam Rangka Peningkatan Eskalasi Dampak Pandemi Covid-19

Ditambahkan Shodiq, jika dari arah pembicaraan yang diungkapkan dari perwakilan PT Mandae akan membawa persoalan terkait tuntutan warga mengenai ganti rugi materiil dan immateriil ke ranah hukum, kami mempersilahkan. Itu hak mereka.


"Jelas dalam hal ini warga meminta haknya atas kerugian materiil dan immateriil selama terdampak limbah beberapa bulan lalu. Kok malah mau di bawa ranah hukum. Untuk itu pahami dulu aturanya. Namun demikian kami warga negara yang taat hukum maka kami akan mematuhinya. Intinya atas nama warga kami persilahkan. Dan akan kami ladeni,"tandasnya.


Dan kami yang juga selaku aktifis akan mempertanyakan terkait legal atau kelengkapan data perusahaan tersebut. Apakah sudah memenuhi aturan apa belum.


"Nantikan justru kelihatan siapa yang tidak taat peraturan. Dan tentunya kami sudah koordinasi dengan para pihak terkait,"terangnya.


Menyikapi hal ini, dalam waktu dekat kami akan menggandeng rekan-rekan lembaga yang membidangi terkait lingkungan hidup guna membahas, mengkaji dan memperjuangkan hak daripada warga terdampak.


"PT Mandae adalah  perusahaan industri atau badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian  (“UU Perindustrian”). Maka sudah barang tentu perusahaan industri mempunyai kewajiban dalam upaya pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 21 UU Perindustrian,"jelas Shodiq.



Jadi berdasarkan penjelasan Pasal 21 ayat (1) UU Perindustrian, perusahaan industri yang didirikan pada suatu tempat, wajib memperhatikan keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam yang dipergunakan dalam proses industrinya serta pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat usaha dan proses industri yang dilakukan.

Baca juga:
Gubernur Jateng: Kurva Pemudik Turun

Menimbang PSBB sebagai Pemutus Pandemi Covid-19

"Dampak negatif dapat berupa gangguan, kerusakan, dan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan masyarakat di sekelilingnya yang ditimbulkan karena pencemaran tanah, air, dan udara termasuk kebisingan suara oleh kegiatan industri,"ungkap Shodiq.


Selanjutnya terkait diduga belum lengkapi dokumen perizinan, namun sudah beroprasi, Shodiq mengungkapkan,"Soal itu nanti kita juga akan telusuri. Namun seperti disampaikan dinas terkait pada saat dilkukan mediasi di Kantor DLH Kab Semarang, beberapa waktu lalu, jelas sudah disampaikan agar melengkapi perizinan terlebih dahulu dan selama belum lengkap dilarang untuk beroprasi atau beraktifitas. Namun kenyataannya masih beroprasi,"pungkas Shodiq.(M.Nur/Aryanto)


Berita sebelumnya:
Polemik Warga Wringin Putih Dengan PT Mandae dan PT GSI di Mediasi DLH Kab Semarang, Warga Terdampak Tuntut Perusahaan Tersebut Untuk Ditutup

Iklan