Iklan

Iklan

,

Iklan

 


Biaya Sekolah di SMK Al-Munawwarah Cilacap Membengkak Hingga Rp 15 Juta Setahun

Rabu, 23 Oktober 2019, 17:04 WIB Last Updated 2019-10-23T10:04:21Z
Cilacap, Harian7.com - Sejumlah orang tua siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Al-Munawwarah Cilacap, mengeluh. Pasalnya, mereka kecewa dengan kebijakan sekolah menahan ijazah para siswa yang dinyatakan lulus, namun belum membayar dengan sejumlah uang.

Sekolah kejuruan di bawah Yayasan Islamic Centre Cilacap dan berkantor di Jalan Kutilang No 1 Slarang, Kecamatan Kesugihan, Cilacap, itu memungut biaya dari orang tua/wali murid terlalu banyak sehingga tidak mampu  membayar. Belum lagi biaya-biaya tersebut dinilai tidak jelas peruntukannya.

Ditaksir, setiap wali murid menanggung biaya sekolah per tahun mencapai Rp 15 hingga Rp 17 juta.

Hal itu dibenarkan beberapa orang tua siswa. Mereka mengeluhkan berbagai pungutan yang dilakukan SMK Al-Munawwarah. Apalagi peruntukannya tidak jelas.

"Itu sudah berlangsung lama dan berjalan sejak berdirinya sekolah tersebut," kata salah satu wali murid bernama RR (nama sebenarnya diinisialkan - red), warga Dusun Rawajati, Desa Menganti, Kecamatan Kesugihan.

Orang tua siswa kelas 12 Jurusan Akuntansi tersebut tidak mampu membayar dengan jumlah yang sangat besar, karena dia termasuk warga kurang mampu, sehingga anaknya terpaksa putus sekolah.

Selain persoalan tersebut, setelah anak kesayangannya putus sekolah, seorang oknum guru pembimbing membawanya pergi entah ke mana dan tanpa izin orang tua. "Saya kan jadi bingung dengan nasib anak saya," ungkapnya, Kamis (17/10/2019).

Hal sama diungkapkan Koordinator Wali Murid SMK Al-Munawwarah Cilacap, Emi Wahyudin.

Selain beban biaya yang memberatkan, kualitas guru di sekolah ini patut dipertanyakan.

Misal guru jurusan teknik pembangkit tenaga listrik, ternyata gurunya jurusan pertanian. "Inilah yang menyebabkan kualitas pendidikan makin buruk karena tidak sesuai tupoksinya," ungkapnya.

Terkait pembengkakan berbagai biaya yang dibebankan kepada wali murid hingga mencapai puluhan juta rupiah, disebabkan adanya komite sekolah yang diduga fiktif.

Seorang sumber mengatakan bahwa di sekolah ini tidak ada pembentukan pengurus komite sekolah, seperti aturan dan petunjuk teknis tentang komite sekolah.

Menurut sumber, ketua komite sekolah ditunjuk pihak sekolah, sementara anggota komite tidak pernah dilibatkan setiap ada musyawarah sekolah dan hanya bersifat formalitas.

Miris memang melihat berbagai masalah yang timbul dunia pendidikan.

Hal itu bisa diakibatkan dari pengawasan pemerintah yang tidak maksimal, atau adanya pembiaran terhadap perilaku sekolah yang nakal.

Padahal, siswa adalah aset terbesar dalam dunia pendidikan. Disinyalir, kasus serupa banyak ditemukan di Kabupaten Cilacap. (Rusmono)

Iklan