Dengan membawa spanduk "Salatiga Bergerak" memulai long march dari depan kampus UKSW Salatiga dan menyusuri Jalan Diponegoro. Mereka berhenti di Bundaran Tamansari dan melakukan orasi. Dalam kegiatan ini mendapat penjagaan ketat dari aparat keamanan Polres Salatiga.
 |
| Orasi di Bundaran Tamansari. |
Koordinator lapangan (Korlap) Tri Winingsih menyatakan, bahwa menyikapi persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang bergejolak itu, maka Aliansi Mahasiswa Salatiga Bergerak menyatakan sikapnya dengan menyampaikan delapan point' kecaman dan tuntutan. Diantaranya, mendesak pemerintah pusat dan DPR RI agar tidak menciptakan peluang adanya gelombang besar protes terhadap problematika RUU KUHP dan sejumlah RUU lainnya yang menuai penolakan. Ini akan berakibat semakin banyak jatuhnya korban dari kalangan demonstran.
"Kemudian, mendesak DPRRI segera mengesahkan RUU PKS yang dirancang dengan perspektif keadilan untuk korban. Tingginya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan pada tahun 2018 sebanyak 7.238 kasus menjadi salah satu urgensi untuk segera disahkannya RUU PKS," katanya.
Bahkan, mengecam tindakan pihak-pihak yang dengan sengaja tidak bertanggungjawab atas terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan dan Sumatera. Dan segera mengevaluasi secara total kinerja Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang tidak mampu merumuskan langkah antisipatif yang akhirnya terjadi kelalaian.
Dalam aksi mereka berlangsung damai bahkan masyarakat banyak yang melihatnya. Saat di Bundaran Tamansari, perwakilan dari GMNI, GMKI, PMII maupun HMI menyampaikan orasinya. Usai penyampaian orasi dan tuntutannya, kurang lebih pukul 17.30 wib mereka membubarkan diri.
Dalam melakukan pengamanan aksi, dipimpin langsung Kapolres Salatiga AKBP Gatot Hendro Hartono didampingi Waka Polres Kompol Kristanto. (Heru Santoso)
