Iklan

Iklan

,

Iklan

 


Buntut Kontroversi Perubahan Nama Lapangan Pancasila, LAPK SIDAK Harapkan Pemkot Salatiga Pertimbangkan Aspek Historis Dalam Pembangunan Kota

Redaksi
Selasa, 07 Januari 2020, 17:16 WIB Last Updated 2020-01-07T10:31:24Z
Agus Subekti,Presiden Direktur LAPK SIDAK.
Salatiga,harian7Opini - Buntut kontroversi terkait penggantian nama Lapangan Pancasila, menjadi Alun - alun Salatiga, menuai kecaman dari berbagai pihak. Bahkan tuaian itu berujung aksi beberapa organisasi masyarakat dengan mendatangi Kantor DPRD Kota Salatiga, yang menuntut agar nama lapangan Pancasila, jangan dirubah. Hal itu diungkapkan Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) SIDAK, Agus Subekti,saat berbincang dengan  harian7.com, Selasa (07/01/2020) malam.

Agus menyampaikan, ia sangat mendukung dan mengapresiasi adanya pergerakan Pengurus MPC Pemuda Pancasila Salatiga, yang telah mengambil langkah dan meminta agar nama lapangan Pancasila untuk tidak dirubah.

"Saya sangat sepakat dengan teman teman Pemuda Pancasila dan LSM lainya serta masyarakat  yang menolak terkait penggantian nama lapangan Pancasila menjadi alun alun Salatiga. Menurut saya penggantian nama tersebut sangat kurang pas,"tutur Agus.

Baca Juga:
Pemuda Pancasila (PP) Salatiga Mendesak DPRD Salatiga Dapat "Mengembalikan" Nama Alun Alun Pancasila Salatiga

Jadi, masih kata Agus, seyogianya penggantian nama lapangan Pancasila jangan hanya sekedar mengikuti trend saja. Namun juga harus mempertimbangkan nilai sejarah yang ada.

"Nama tersebutkan sebuah icon yang tentunya terkandung makna, bukan sekedar nama. Lha ini asal ganti nama, jadi menurut saya jika menuai penolakan ya wajar. Dulu itu dalam perencanaan apa ya tidak di musyawarah dengah para tokoh, kok dengan mudah mengganti nama,"tutur Agus.

Coba kalau kita mau menengok sejarah tentang keberadaan Lapangan Pancasila, tentunya para nenek moyang terdahulu tidak asal dan melalui perencanaan kajian serta pertimbangan. Selain itu juga lapisan masyarakat mempertanyakan terkait tiga patung pahlawan nasional dan lambang negara garuda yang di taruh tidak pada tempat yang layak.

"Kan Bangsa yang besar, adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya, lha ini patung replika pahlawan ditaruh asal dan tidak pada tempat yang tidak layak. Terus kalau seperti ini kerja dinas terkai bagaimana,"ucap Agus.

Kembali ke persoalan lapangan Pancasila, harusnya dinas terkait mau menengok sejarahnya sebelum mengganti nama lapangan Pancasila menjadi alun alun Salatiga. Sebenarnya kami juga mendukung, terkait pembangunan lapangan Pancasila, yang tentunya bertujuan untuk memajukan Kota Salatiga. Namun dengan penggantian nama tersebut sangatlah tidak sepakat.

"Setahu saya, berdasarkan cerita yang saya dengar, lapangan Pancasila itu dulunya adalah Pusat Pemerintahan Kota Salatiga. Dan disitu dibangun sebuah monumen yakni patung tiga pahlawan nasional yakni Brigjen Sudiarto, Laksamana Madya Yosaphat Soedarso dan Marsekal Muda Agustinus Adisucipto, sebagai bentuk penghormatan atas pengabdian mereka yang telah berjuang gigih untuk meraih kemerdekaan negara kita tercinta ini," papar Agus.

Coba kalau kita mau menengok lebih jauh tentang sejarah Kota Salatiga, tentunya tidak asal merubah nama agar nilai sejarahnya terjaga. Selain itu benda benda cagar budaya juga boleh dikatakan banyak yang musnah dan dirubah menjadi ruko dan yang masih ada jarang dirawat.

Singkat cerita, Dari cerita yang pernah saya dengar dari beberapa masyarakat,  mengenai Kota Salatiga ini di era Sunan Kali Jaga. Kala itu penamaan Salatiga diambil dari cerita rakyat, yang mana mengingat tiga kesalahan di masanya (Sunan Kalijaga), yang mana dipimpin oleh bupati Ki Ageng Pandan Arang alias Pandanaran.

"Ini menurut cerita masyarakat dan dari beberapa buku yang saya baca, pada masa itu Ki Ageng Pandan Arang dikenal sosok yang sangat suka memuaskan diri dengan menghamburkan hartanya. Sehingga ia pun tega menarik pajak berlebih bahkan memeras uang rakyat," papar Agus.

Dengan perbuatanya yang semakin semena mena terhadap rakyatnya itu, pada suatu ketika Ki Ageng Pandan Arang bertemulah dengan seorang pria paruh baya yang keseharianya mencari rumput. Dalam pertemuan itu, Ki Ageng Pandanaran pun dengan perilaku arogan serta nada kasar meminta rumput tersebut. Namun oleh pria itu, di tolaknya dengan alasan rumput tersebut untuk pakan ternaknya. Akan tetapi Ki Ageng Pandan Arang tetap memaksa meminta dan menggantinya dengan sekeping uang. Akan tetapi pria paruh baya itu mengembalikan sekeping tersebut dengan menyelipkanya di sela rumput. Dan kejadian tersebut terus berulang hingga akhirnya Ki Ageng Pandan Arang menyadarinya. Pada akhirnya Ki Ageng Pandan Arang menyadarinya, lalu ia memarahinya, karena dianggap menghinya. Saat marahnya semakin menjadi, pria paruh baya itu berubah menjadi Sunan Kalijaga. Melihat itu sontak Ki Ageng Pandan Arang pun terkejut, dan meminta maaf setelah dia tahu yang ia marahi adalah Sunan Kalijaga sosok tokoh agama yang disegani dari kalangan bawah hingga para raja.

Akhirnya Ki Ageng Pandan Arang segera meminta maaf atas perbuatanya dan dengan besar hati Sunan Kalijaga memaafkanya, dengan sebuah syarat di antaranya harus mengikuti dirinya untuk mengembara dan meninggalkan semua hartanya, namun diam - diam istri Ki Pandan Arang membawa harta berupa emas dan berlian ditaruh dalam tongkat. Saat dalam perjalanan tepatnya diwilayah yang saat ini menjadi Kota Salatiga, dicegatlah mereka (Sunan Kalijaga, Ki Ageng Pandan Arang dan Istri) oleh sekawanan perampok. Spontan Sunan Kalijaga mengatakan kepada perampok itu untuk mengambil harta yang di bawa oleh istri Ki Ageng Pandan Arang.

Setelah diberikan tongkat yang berisikan emas dan berlian itu, sekawanan perampokpun pergi. Lalu Sunan Kalijagapun berkata, Istri kamu melanggar apa yang saya sampaikan untuk tidak membawa harta. Namun tetap nekat membawanya. Maka atas kesalah istrimu, kata Sunan Kalijaga, saya akan menamakan tempat ini Salatiga, lantaran kalian telah melakukan tiga kesalahan. Apa itu kesalahanmu, satu kalian kikir, dua kalian sombong dan tiga kalian telah menyengsarakan rakyat.

"Cerita yang saya sampaikan itu berdasar cerita yang berkembang di masyarakat. Jika ada kurang pas ya mohon maaf dan agar dikoreksi. Adapun maksud tujuan cerita itu adalah besar harapan para pemengku kebijakan untuk selalu pro rakyat dalam memutuskan segala kebijakan dan jangan asal. Buktinya, sekarang banyak di komplain kan. Itu menandakan kurang bijaksana dalam mengemban amanah. Itu menurut sisi pandang saya," tandas Agus.

Selain kisah tentang perjalanan Ki Ageng Pandan Arang bersama Nyi Ageng Pandan Arang serta Sunan Kalijaga, beberapa tempat di Salatiga memiliki nilai sejarah yang tidak kalah menariknya.

"Seperti halnya prasasti Plumpungan, makam Ki Hajar Sampurno, makam Pangeran Jayengrono, bahkan baru - baru ini ada makam mbah Wahid yang akan dipugar oleh Pemkot Salatiga," tambah Agus.

Menurutnya, keterikatan Kota Salatiga dengan wilayah di sekitarnya dalam hal nilai sejarah dan makna yang tersirat tidak jauh dari pada pengingat kepada kita semua agar tidak mudah melupakan apa yang pernah diperjuangkan oleh para pendahulu kita.

"Adanya Salatiga, masih erat kaitannya dengan kerjaan - kerajaan di era Mataram, baik Mataram Kuno maupun Mataram Islam. Banyak prestasi yang telah ditorehkan para pemuka masyarakat kala itu untuk mendidik mentalitas yang baik dan membangun. Jujur, berkomitmen dan rela berkorban untuk Kemerdekaan Negeri tercinta ini, dan loyalitas sebagian besar warga disini, membuahkan hadiah sebagai tanah perdikan (dibebaskan dari beban pajak)," jelas Agus.

Tidak dipungkiri, bahwa keindahan Kota Salatiga kala itu, mendorong persatuan dagang Hindia Belanda (VOC) untuk membuat basis tentaranya di Salatiga, yang juga daerah yang lepas dari pengaruh Kasunanan Surakarta dan Yogyakarta Hadiningrat.

"Jadi kalau dari sejarah, Salatiga adalah wilayah yang diistimewakan oleh raja - raja Mataram. Untuk itulah, saat ini dalam membangun kota ini, juga perlu dipertimbangkan aspek sejarah. Lihat Kota Semarang, Kota Bandung, DKI Jakarta, masih pertahankan kota - kota lamanya dan jadi destinasi wisata menarik. Yang untung siapa? Masyarakatnya lagi kan? Dan PAD Kota Salatiga juga akan meningkat secara otomatis," jelasnya.

Namun demikian Agus juga menilai bahwa masyarakat Salatiga juga harus proaktif, jangan selalu menggantungkan bantuan pemerintah bila ingin membangun daerahnya sendiri. Karena pemerintah daerah itu sifatnya hanya memfasilitasi, untuk menjaga hasil pembangunan, apapun itu, harus dijaga bersama - sama.

"Baik buruk hasil pembangunan patut kita jaga, bila ada yang kurang sampaikan sesuai dengan mekanisme yang ada. Komplain di media sosial itu tidak selamanya berdampak baik. Gunakan aparatur pemerintah hingga ke tingkat RT. Karena menurut saya, itulah fungsinya lembaga negara dibentuk, dorong pemangku kepentingan untuk turun langsung ke wilayah dan berkomunikasi dengan warga, sehingga ada solusi yang produktif dari setiap masalah yang ada," pungkasnya.(M.Nur)

Iklan