Iklan

Iklan

,

Iklan

Prihatin Minimnya Pemahaman Hukum , DPC APSI Kota Salatiga Siap Beri Konsultasi Hukum Gratis

Redaksi
Selasa, 05 Februari 2019, 19:52 WIB Last Updated 2019-02-05T13:14:17Z
Salatiga,harian7.com - Dalam rangka penegakan hukum yang berkeadilan untuk seluruh masyarakat sebagaimana amanah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Kota Salatiga sebagai Organisasi Advokad Syariah Indonesia siap memberikan konsultasi hukum gratis dan pelayanan hukum baik pidana maupun perdata untuk seluruh masyarakat Kota Salatiga dan sekitarnya, pelayanan tersebut diberikan olehnya pada hari kerja.

Ketua DPC APSI Kota Salatiga Nurrun Jamaludin SHI MHI mengatakan konsultasi hukum gratis merupakan salah satu edukasi terhadap masyarakat baik menyangkut permasalahan Pidana maupun Perdata, agar warga dapat memahami hakikat hak hak hukum yang melekat pada setiap individu sebagai warga indonesia.

"Banyak permasalahan hukum di masyarakat selama ini yang masih dirasa belum adil, salah satunya disebabkan karena ketidak pahaman para pihak dalam menyelesaiakan masalah, oleh karena itu silahkan datang ke kantor kami yang berlamatakan di Jalan Dewikunti 25 RT 10 RW 04 Grogol, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga,Jawa Tengah, untuk mendapatkan pemahaman hukum atau  pendampingan hukum,''kata saat di temui harian7.com dikantornya, Senin (4/2/2019) sore kemarin.

Ia menambahkan, konsultasi hukum gratis dimaksud sangat penting untuk masyarakat khususnya warga kurang mampu jika berhadapan dengan masalah hukum selama ini. "Kita juga punya program untuk masyarakat tidak mampu kita berikan konsultasi gratis dan advokasi," terangnya.

Lebih lanjut Jamal menambahkan, Keadilah hukum harus ditegakkan oleh penegak hukum di Indonesia demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Sebab, saat ini sering dijumpai penegakan hukum yang mengutamakan kepastian hukum.

“Negara harus mengubah politik hukum. Tegakkan keadilan, kepastian, baru kemanfaatan. Tapi sekarang kebalik, kepastian dulu baru keadilan. Jadinya masyarakat tidak mendapat keadilan sebenarnya,” ungkap Jamal.

Selama ini penegak hukum di Indonesia banyak yang masih menganut paham postivistik, yang lebih mengutamakan kepastian hukum dibandingkan keadilan. Hal itu berdampak pada banyak bermunculan kasus yang menggambarkan keadilan substansial telah terpisah dari hukum, misalnya seperti kasus pencurian satu buah semangka, kasus pencurian kapuk randu, kasus penebangan dua batang bambu di Magelang, kasus Lanjar Sriyanto, kasus pencurian sandal jepit, dan sebagainya yang sempat menjadi sorotan publik. Kasus-kasus tersebut merupakan kasus ringan yang kurang berpihak pada keadilan masyarakat.

“Dari kasus-kasus itu kemudian timbul solidaritas masyarakat untuk mengumpulkan sandal jepit yang kasus sandal jepit, semangka untuk kasus semangka, bambu untuk kasus pencurian batang bambu. Karena keadilan tidak ditegakkan, kasus seperti itu dihukum dengan (kurungan) beberapa bulan bahkan tahun. Terus bagaimana dengan perkara perkara yang menyangkut oknum elit politik dan pejabat publik,"terangnya.

Jamal berharap, penegakan keadilan ditekankan pada subtansi hukum dan tidak hanya yang tertulis di undang-undang. Ia pun menggarisbawahi masalah proses perekrutan dan kurikulum pendidikan penegak hukum. Sebab, hal tersebut mendukung profesionalitas dari para penegak hukum. Ia melihat bahwa proses perekrutan penegak hukum masih seperti job seeker. Akibatnya, orang memilih profesi penegak hukum dengan alasan mencari kerja, bukan karena kesadaran moral untuk menegakkan keadilan masyarakat.

“Rekruitmen profesi hukum masih seperti lowongan kerja. Jadi harus didorong agar  penegak hukum merubah mindset supaya tercipta keadilan substansial,” pungkasnya.(Muza)

Iklan