Iklan

Iklan

,

Iklan

Ratusan Pengusaha Truk Tolak Kebijakan ODOL, Krishna Menilai Kebijakan ODOL Gagal

Redaksi
Rabu, 05 September 2018, 16:59 WIB Last Updated 2018-09-05T12:19:03Z
Semarang, harian7.com - Ratusan pengusaha truk yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Jawa Tengah , menolak kebijakan tentang penertiban muatan over dimensi dan over load (ODOL) sesuai dasar pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 74/2014 tentang Angkutan Jalan dan PP No. 55/2012 tentang Kendaraan.

"Kebijakan pembatasan muatan yang didasari peraturan pemerintah itu tidak sesuai dengan UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Karena jika berdasarkan Pasal 7 PP 74/2014 ketika kendaraan over-load, muatan segera diturunkan di jalan. Hal tersebut tentunya tidak sesuai dengan UU,"kata Ketua Aptrindo Jawa Tengah Chandra Budiwan kepada wartawan di sela-sela acara Forum Group Discussion  (FGD) bertema Kupas Tuntas Kebijakan ODOL di Hotel Patra, Semarang, Rabu (5/9/2018).
Dr Krishna Djaya Darumurti SH MH pakar hukum UKSW yang juga Direktur Indonesia Coruption Investigation (ICI) Jawa Tengah.

Lanjut Chandra, seperti tertuang pada UU, yang diperbolehkan untuk memberikan sanksi adalah hakim yakni melalui persidangan. Namun kenapa ini justru malah langsung dieksekusi. Bagi kami Ini jelas merugikan.

"Itu jelas merugikan, seharusnya aparat penegak hukum dalam menertibkan dan menindak angkutan barang yang over load dan over dimension berpegang dengan UU No. 22/2009. Maka jika ada kendaraan yang melanggar aturan tersebut cukup diberi sanksi berupa pemberian surat tilang. Tapi, kenyataan yang terjadi saat ini justru banyak angkutan yang kedapatan melanggar aturan muatan atau over-kapasitas malah dipaksa untuk menurunkan muatannya,"ungkapnya.

Oleh sebab itu akibat barang muatan diturunkan secara paksa tentunya merugikan kami para pengusaha, yang berdampak pada terlambatnya jasa pengiriman.

"Harusnya dalam menindak menerapkan UU bukan peraturan pemerintah, karena UU merupakan produk hukum tertinggi,"jelas Chandra.

Hal senada diungkapkan  Ketua Aptrindo Jatim, Ariel Wibisono terkait penolakan dalam penerapan PP 55/2012 dan PP 74/2014 dalam penertiban angkutan barang. Menurutnya kebijakan tersebut diterapkan pemerintah hanya untuk kepentingan melindungi infrastruktur jalan saja dan tanpa memikirkan kepentingan pengusaha angkutan barang.

"Dalam hal ini kami selaku pengusaha angkutan barang tentunya mendorong pembentukan peraturan baru, yang lebih baik dan bisa diterima,"ungkapnya.

Lanjutnya, dalam pembentukan peraturan yang baru tentunya juga melindungi pengusaha serta pemerintah.

"Jika memang niatnya dalam aturan baru nanti juga untuk melindungi infrastruktur nantinya bisa dituangkan aturannya,"tandasnya.

Sementara Kepala Dinas Perhubungan Jawa Tengah, Satrio  Terkait kebijakan PP 74/2014 jo PP 55/2012 yang menyebut salah satu sanksi Odol adalah dengan dilakukan sanksi penurunan barang, namuh tindakkan tersebut juga  tidak bisa sembarangan dilakukan.

Oleh karena itu Satrio meminta agar para pengusaha untuk menghindari angkutan yang overdimensi dan overload.

"Kami meminta bagi para pengusaha agar menghindari angkutan yang overdimensi dan overload. Pasalnya selain merugikan jalan juga merugikan bagi pengusaha,"ungkapnya.

Terpisah, salah satu narasumber dalam acara FGD dengan tema Kupas Tuntas Kebijakan Over Dimensi dan Overload (Odol), Dr Krishna Djaya Darumurti SH MH pakar hukum UKSW yang juga Direktur Indonesia Coruption Investigation (ICI) Jawa Tengah, saat ditemui harian7.com disela-sela acara mengatakan, meskipun peraturan tersebut sudah berlaku selama 9 tahun, namun menurutnya sistem satu kesatuan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang diamanatkan oleh UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum terwujud atau boleh dibilang gagal.

"Kegagalan terbentuknya sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut ternyata berimplikasi kepada carut marutnya pelaksanaan ketentuan beban muatan dan dimensi kendaraan bermotor angkutan jalan,"ungkap Krishna.

Lanjut Krishna, "Tidak heran, bila pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran beban lebih muatan tidak berjalan sebagaimana mestinya,"pungkasnya.(M.Nur/Shodik)

Iklan